Friday, October 23, 2015

Implikasi Ilmu Ushuly dan Hudhury Dalam Pembelajaran

Disampaikan oleh Hasniah


   A.    PENDAHULUAN
Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan persentuhan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kedalaman kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita sangat  bergantung pada sejauh mana reaksi, pertemuan, persentuhan, dan hubungan kita dengan objek-objek eksternal.  John Dewey menyamakan antara hakikat itu sendiri dan pengetahuan dan beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dan capaian dari suatu penelitian dan observasi. Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa berubah.


Para filsuf Muslim membagi pengetahuan menjadi dua,yaitu pengetahuan ushuly dan hudhury. Pengetahuan ushuly adalah pengetahuan yang kita dapat melalui perantara panca indera. Adapun pengetahuan hudhury adalah pengetahuan yang kita dapat tanpa perantara, yakni kita dan apa yang kita ketahui itu adalah satu, bukan dua sesuatu yang terpisah.
Metode ilmu ushuiy banyak diterapkan di dalam tradisi keilmuan barat, yang berusaha mengeksploitasi sedemikian dalam obyek ilmu pengetahuan itu. Karena itu, obyek ilmu pengetahuan harus terbebas dari berbagai aspek ketabuan dan kesakralan. Segala sesuatu yang tidak bisa dijangkau sang subyek (dengan menggunakan kekuatan logika) maka di situ tidak ada ilmu pengetahuan.
Adapun metode ilmu hudhury harus menghadirkan objek ilmu pengetahuan itu menjadi bagian dari dirinya sendiri (from within), sehingga perolehan ilmu pengetahuan itu lebih merupakan faktor dari dalam diri. Epistimologi keilmuan hushuly lebih mengandalkan metode pengajaran (tadris), yaitu proses pembelajaran terhadap orang yang masih memerlukannya, yakni mereka yang masih memiliki pengetahuan terbatas. Sedangkan epistimologi kelilmuan hudhury selain persoalan metodologi pendidikan (tadris) penting, yang tak kalah pentingnya juga ialah metode pendidikan (talim). Seorang anak bukan hanya untuk dibuat pintar (alim) tetapi juga untuk dibuat cerdas dan arif .[1]

  B.     RUMUSAN MASALAH
Dari  uraian  di atas,  adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu :
      1.      Apa karakteristik  ilmu  ushuly dan ilmu  hudhury?
      2.      Bagaimana hakikat atau esensi ilmu ushuly dan ilmu hudhury?
      3.      Bagaimana implikasi ilmu ushuly dan hudhury dalam pembelajaran?

   C.    TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui karakteristik ilmu ushuly dan ilmu hudhury
2.      Untuk mengetahui dan memahami hakikat dan esensi ilmu ushuly dan ilmu hudhury
3.      Untuk mengetahui implikasi ilmu ushuly dan hudhury dalam pembelajaran.

D.    PEMBAHASAN
Pengertian umum ilmu[2] hudhury adalah pengetahuan yang diperoleh langsung tanpa melalui wasilah atau proses pembelajaran. Ilmu hudhury biasanya dilawankan dengan ilmu ushuly, yaitu pengetahuan yang dihasilkan melalui proses pengajaran atau melalui berita yang diterima dari orang lain[3]. Ilmu hudhury sering juga disebut dengan istilah ilmu ladunni atau menurut Mehdi Hairi Yazdi[4] disebut sebagai “knowledge by presence”, yaitu ilmu yang diperoleh dengan “menghadirkan diri”, bukan dengan mempelajarinya. Dalam kamus bahasa Arab-Inggris, Hans Wehr[5] mendefinisikan ilmu laduni sebagai “knowledge imported directly by God through mystic intuition/sufism.” (pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan melalui intuisi mistis atau sufisme). Sebagai suatu bentuk pengetahuan langsung, ilmu hudhury berkaitan dengan intuisi. Menurut Bahm[6], intuisi adalah suatu bentuk pengetahuan langsung tanpa perantaraan dalam perolehannya. intuisi merupakan istilah yang diberikan untuk suatu cara bagi kesadaran dalam mengetahui yang disadari secara langsung, tanpa perantaraan apa pun.
Ilmu ushuly memiliki kemungkinan untuk salah, karena ada kemungkinan perantara/panca indera mengalami masalah yang akhirnya salah menyampaikan informasi ke otak kita. Adapun ilmu hudhury tidak mungkin salah, karena kita dan apa yang kita ketahui adalah satu. Ilmu hudhury merupakan landasan penting bagi seluruh konstruktivitas pengetahuan manusia termasuk dalam pembelajaran, meskipun jumlah objek pengetahuannya sangatlah minim.

1.      Korelasi Karakteristik Ilmu Hudhury dan Ilmu Ushuly
Mengenai  hubungan  subjek-objek  dalam  ilmu  hudhury,  Yazdi menjelaskan:

Dalam  pengetahuan  dengan  kehadiran,  apa  yang  disebut  objek objektif  sama  sekali  tidak  berbeda  status  eksistensialnya dengan objek  subjektif.  Artinya,  jenis  objek  yang  kita  sebut  sebagai objek esensial bagi gagasan pengetahuan seperti ini bersifat imanen dalam pikiran  subjek  yang  mengetahui,  dan  dalam  pengetahuan  dengan kehadiran  ia  mutlak  bersatu  dengan  objek  objektif.  Dengan demikian,  objek  objektif  tidak  lagi  absen  dan  aksidental  bagi  nilai kebenaran  pengetahuan  dengan  kehadiran,  atau  dengan  kata  lain, dalam  pengetahuan  dengan  kehadiran,  objek  objektif  dan  objek subjektif adalah satu dan sama.[7]

Dengan  demikian,  pada  hakikatnya  subjek  dan  objek  dalam  ilmu  hudhury adalah satu dan sama, atau dengan kata lain, baik yang mengetahui maupun  yang  diketahui  itu  adalah  satu  dan  sama.  Selanjutnya  Yazdi melawankan karakteristik ilmu hudhury dengan ilmu ushuly sebagai berikut:
Pengetahuan dengan korespondensi adalah jenis pengetahuan yang melibatkan  objek  subjektif  maupun  objek  objektif  yang  terpisah, dan  mencakup  hubungan  korespondensi  antar  keduanya.  Dalam kenyataannya, kombinasi objek-objek eksternal dan internal beserta derajat  korespondensi  di  antara  mereka  membentuk  esensi pengetahuan  ini.  Karena  korespondensi  betul-betul  merupakan hubungan  dua  pihak  secara  hakiki,  maka  dapat  dikatakan  dengan logis bahwa jika hubungan ini terjadi, pasti ada konjungsi antara satu objek dengan objek yang lain. Hubungan ini tidak berlaku jika salah satu  arah  konjungsi  tidak  benar.  Selanjutnya,  seandainya  tidak  ada objek  eksternal,  maka  tidak  akan  ada  representasinya.  Akibatnya, tidak  ada  kemungkinan  hubungan  korespondensi  antara  keduanya, sehingga  tidak  ada  pula  kemungkinan  bagi  eksistensi  pengetahuan ini.[8]

Dengan  pembedaan  tersebut,  maka  karakteristik  ilmu  ushuly dan ilmu  hudhury menjadi  jelas,  sehingga  bisa  diketahui  perbedaannya  serta perbedaan hakikat atau esensi ilmu ushulydan ilmu hudhury.
Menurut Thabathabai, pengetahuan manusia tentang diri dan esensinya adalah bentuk individuasi (tashakhus) yang bersifat personal sehingga tidak dapat diterapkan kepada sesuatu yang lain (berbeda dengan konsep dan bentuk mental). Dari sisi yang lain, kita mengetahui bahwa individuasi berbarengan dengan wujud dan dapat dicapai melalui wujud tersebut. Oleh karena itu, manusia memiliki pengetahuan yang menjadi bagian dari ilmu tentang wujud (diri; nafs), bukan ilmu tentang esensi dan bentuk-bentuk mental (ushuly).[9]
Begitu pula Suhrawardi, dengan mengajukan pandangan bahwa setiap manusia memiliki pengetahuan tentang esensinya dan pengetahuan tentang dirinya sendiri, sementara esensi orang lain tidak dapat diketahuinya. Jenis pengetahuan ini, bukanlah pengetahuan konseptual dan bukan berasal dari bentuk-bentuk mental atau gambaran objek. Bagi Suhrawardi, setiap bentuk ‘yang diketahui’ atau konsep yang dipahami oleh pikiran dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, di mana dengan cara tertentu kebenarannya dapat diterapkan pada sesuatu yang lain, atau sesuatu yang lain itu dapat menggunakan istilah teknis bentuk atau konsep tersebut, maka ia disebut ‘universal’. Bentuk dan konsep (universal) ini dalam hubungannya dengan esensinya sendiri, menolak masuknya penerapan-penerapan sesuatu selain dirinya. Kenyataanya, dalam pemahaman kita tentang diri dan esensi kita sendiri, kita melihat bahwa diri kita itu tidak dapat diterapkan pada sesuatu yang lain, karenanya ia tidak bersifat universal, ia justru bersifat personal dan individual. Sebaliknya, bentuk dan konsep ‘saya’ yang kita pahami memiliki sifat-sifat konsep sehingga ia disebut universal. Namun, persepsi tentang esensi dan diri tidak memiliki sifat universal tersebut. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki pengetahuan yang bukan dari keserupaan (mitsali) dan bukan konseptual (mafhum), maka berarti itu adalah pengetahuan hudhury.[10]

Untuk mengenali ilmu hudhury, ada beberapa ciri yang melekat khusus padanya, yaitu:
1.   Hadir secara eksistensial di dalam diri subjek. Ini berarti tidak ada perantara antara subjek dan objek pengetahuan.
2.   Bukan merupakan konsepsi yang dibentuk dari silogisme yang terjadi pada mental. Atinya, ilmu hudhury bukan dihasilkan dari proses berpikir, karena ia merupakan keadaan esensial jiwa. Jika keadaan ini dikomunikasikan atau dipikirkan, maka ia akan menjadi ilmu ushuly.
3.   Bebas dari dualisme kebenaran dan kesalahan. Artinya, ilmu hudhury senantiasa benar dan tidak akan mengalami kesalahan. Hal ini dikarenakan ilmu hudhury tidak diperantarai oleh apa pun sehingga tidak ada proses korenpondensi dengan objek eksternal, yang mana proses korespondensi itulah yang menjadi sebab bagi kesalahan pengetahuan manusia. Karena kebenaran adalah kesesuaian subjek dengan objek, maka ilmu hudhury yang kehadiran objek pada subjek secara langsung dan menyatu, maka ia mengimplementasikan kebenaran secara nyata.
4.   Bersifat personal, artinya, ilmu hudhury tidak dapat dideskripsikan dan dipindahkan kepada orang lain. Sebab jika ditranfer melalui komunikasi atau pembelajaran, maka itu berarti menjadi ilmu ushuly.
5.   Bersifat spiritual, artinya subjek yang terlatih secara spiritual akan mendapatkan ilmu hudhury tersebut dan akan mengalami degradasi dan fluktuasi sesuai dengan kondisi disiplin latihan spiritual yang dilakukan.[11]
Adapun jenis ilmu hudhury, secara umum terbagi pada dua, yaitu:
1)   Ilmu hudhury sederhana, yaitu pengetahuan subjek yang mengetahui terhadap dirinya sendiri. Contohnya, ilmu Tuhan tentang zat-Nya, dan ilmu diri terhadap dirinya sendiri.
2)   Ilmu hudhury ganda, yaitu pengetahuan subjek atau manusia akan entitas atau objek-objek selain dirinya sendiri. Ilmu hudhury jenis ini, terdiri dari beberapa hal yaitu :
a.   Ilmu sebab akan akibatnya
b.   Ilmu akibat akan sebabnya
c.   Ilmu subjek akan bentuk-bentuk konseptual atau mental atau bentuk diri material
d.   Ilmu subjek akan perbuatan-perbuatan dirinya seperti kehendak dan keputusan.
e.  Ilmu subjek akan kondisi psikologisnya seperti cinta, benci, dan takut.
f.    Ilmu subjek akan potensi-potensi dirinya sperti berpikir, bergerak, dan imajinasi.[12]

2.      Metode dan Konsep Pembelajaran
Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa sebagai sasaran pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran.
Menurut Eggen & Kauchak menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu:
a.    Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaanperbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,
b.   Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran
c.    Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian
d.   Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi
e.    Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir
f.    Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang menganut unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa sebagai berikut :
a.    Motivasi belajar
     Motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaina usaha untuk menyediakan kondisi kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatau, dan bila ia tidak suka, maka ia akan berusaha mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi, motivasi dapat dirangsang dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dihendaki dapat dicapai oleh siswa (Sardiman, A.M. 1992)
b.   Bahan belajar
     Segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain bahan yang berupa informasi, maka perlu diusahakan isi pengajaran dapat merangsang daya cipta agar menumbuhkan dorongan pada diri siswa untuk memecahkannya sehingga kelas menjadi hidup.
c.    Alat Bantu belajar
     Semua alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi) dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (siswa). Inforamsi yang disampaikan melalui media harus dapat diterima oleh siswa, dengan menggunakan salah satu ataupun gabungan beberaapa alat indera mereka. Sehingga, apabila pengajaran disampaikan dengan bantuan gambar-gambar, foto, grafik, dan sebagainya, dan siswa diberi kesempatan untuk melihat, memegang, meraba, atau mengerjakan sendiri maka memudahkan siswa untuk mengerti pengajaran tersebut.
d.   Suasana belajar
     Suasana yang dapat menimbulkan aktivitas atau gairah pada siswa adalah apabila terjadi :
1.   Adanya komunikasi dua arah (antara guru-siswa maupun sebaliknya) yang intim dan hangat, sehingga hubungan guru-siswa yang secara hakiki setara dan dapat berbuat bersama.
2.   Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar. Hal ini dapat terjadi apabila isi pelajaran yang disediakan berkesusaian dengan karakteristik siswa. Kegairahan dan kegembiraan belajar juga dapat ditimbulkan dari media, selain isis pelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa, juga didukung oleh faktor intern siswa yang belajar yaitu sehat jasmani, ada minat, perhatian, motivasi, dan lain sebagainya.
3.   Kondisi siswa yang belajar
Mengenai kondisi siswa, dapat dikemukakan di sini sebagai berikut :
a.    Siswa memilki sifat yang unik, artinya antara anak yang satu dengan yang lainnya berbeda.
b.   Kesamaan siswa, yaitu memiliki langkah-langkah perkenbangan, dan memiliki potensi yang perlu diaktualisasikan melalui pembelajaran.[13]
Kondisi siswa sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor intern dan juga factor luar, yaitu segala sesuatu yang ada di luar diri siswa, termasuk situasi pembelajaran yang diciptakan guru. Oleh Karena itu kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada peranan dan partisipasi siswa, bukan peran guru yang dominan, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing.

3.      Implikasi Ilmu Ushuly dan Ilmu Hudhury dalam pembelajaran
Salah  satu  ciri  pengetahuan  dengan  kehadiran  adalah  kebebasannya  dari  dualism kebenaran  dan  kesalahan.  Dengan  kata  lain,  pengetahuan  dengan  kehadiran itu selalu benar. Hal tersebut disebabkan tidak adanya dualisme  subjek-objek dalam ilmu  hudhury, sehingga tidak akan ada dualisme salah benar.   Oleh  sebab  itu,  kita  selalu  mengetahui  apa  yang  terjadi  pada  diri  kita,  sehingga pengetahuan kita tentang diri kita sendiri tentu selalu benar dan  tidak akan pernah salah.
Lebih lanjut, Yazdi menjelaskan bahwa karena hubungan kebenaran  dan kesalahan bergantung kepada hubungan korespondensi antara subjek dengan  objek  serta  antara  sebuah  pernyataan  dengan  acuan  objektifnya,  maka karakteristik ini hanya ada pada ilmu  ushuly, dan bukan pada ilmu  hudhury.  Dengan  kata  lain,  dalam  pengetahuan  dengan  korespondensi,  kebenaran  dinilai  dari  korespondensi  antara  subjek  dan  objek,  dan korespondensi antara sebuah pernyataan dengan objeknya. Apabila dalam  proses  korespondensi  tersebut  terjadi  kesesuaian,  maka  pengetahuan  itu  disebut  benar,  dan  sebaliknya,  apabila  dalam  proses  korespondensi  itu  tidak  terjadi  kesesuaian,  maka  ia  disebut  salah.[14] 
Dalam kaitannya dengan pembelajaran maka ilmu  hudhury terbebas  dari  proses  pembelajaran antara guru dan siswa, dalam artian terbebas  dari  proses  pembentukan  konsepsi  dan  konfirmasi, karena proses  pembelajaran  merupakan  proses  komunikasi,  yaitu  proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Adapun hal tersebut hanya  bisa  diterapkan  pada  ilmu  ushuly.
Adapun ilmu hudhury merupakan asas utama dalam epistemologi Islam, karena ia menjadi landasan utama semua pengetahuan manusia termasuk ilmu ushuly. Dalam proses pembelajaran menuntut keaktifan guru dan siswa yang sama-sama menjadi subjek pembelajaran.  Demikian  pula  bila pembelajaran di mana siswa yang aktif tanpa melibatkan keaktifan guru untuk  mengelolanya  secara  baik  dan  terarah, maka  hanya  disebut belajar. Keaktifan siswa ini tidak terlepas dari adanya pengetahuan akan dirinya dan sang Khaliq.
Yazdi  mengemukakan  ciri-ciri  ilmu  hudhury atau pengetahuan dengan kehadiran sebagai berikut:
Pengetahuan  dengan  kehadiran  adalah  jenis  pengetahuan  yang semua hubungannya berada dalam kerangka dirinya sendiri, sehinga seluruh  anatomi  gagasan  tersebut  bisa  dipandang  benar  tanpa implikasi  apa  pun  terhadap  acuan  objektif  eksternal  yang membutuhkan hubungan eksterior. Artinya, hubungan mengetahui, dalam  bentuk  pengetahuan  tersebut  adalah  hubungan  swaobjek tanpa campur tangan koneksi dengan objek eksternal.[15]

Dari  penjelasan  di  atas,  kita  bisa  mengetahui  bahwa  dalam ilmu hudhury,  semua  pengetahuan  berada  dalam  kerangka  dirinya  sendiri,  atau merupakan  suatu  bentuk  pengetahuan-diri-sendiri  (self  knowledge).  Dalam bentuk pengetahuan ini, subjek sekaligus menjadi objek pengetahuan, dan tidak ada perbedaan atau jarak (distingsi) antara subjekdan objek. Bentuk ilmu  hudhury yang  paling  sederhana  adalah  pengetahuan  tentang  keadaan diri  kita  sendiri, seperti ungkapan “saya lelah’, “saya senang’ dan sebagainya.
Sebagaimana tujuan proses pembelajaran adalah untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa/faktor lingkungan.[16] Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian proses pembelajaran antara guru dan siswa yang menghasilkan suatu ilmu pengetahuan atau objek merupakan bentuk ilmu ushuly, akan tetapi tidak terlepas dari ilmu hudhury sebagai landasannya,  karena  dalam Ilmu hudhury objek pengetahuan langsung hadir pada siswa yang diperoleh dan dialaminya secara langsung. Akal dan  pemikiran  hanyalah sarana awal saja untuk membangkitkan kesadaran ini.

E.   KESIMPULAN
Ilmu hudhury merupakan asas utama dalam epistemologi Islam, karena, ia menjadi landasan utama semua pengetahuan manusia. Berbeda dengan ilmu ushuly yang merepresentasikan objek, dalam  ilmu hudhury objek pengetahuan langsung hadir pada subjek sehingga tidak terjadi problem dualisme: kesalahan dan kebenaran. Pada  hakikatnya  subjek  dan  objek  dalam  ilmu  hudhury adalah satu dan sama, atau dengan kata lain, baik yang mengetahui maupun  yang  diketahui  itu  adalah  satu  dan  sama
Ilmu  hudhury adalah  pengetahuan  yang diperoleh  dengan  menghadirkan  diri,  tanpa  melalui  proses  pembelajaran atau pengkonsepsian. Sedangkan ilmu ushuly, yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan pembelajaran, latihan, atau pengkonsepsian
Tujuan proses pembelajaran adalah untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa/faktor lingkungan.  Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian proses pembelajaran antara guru dan siswa yang menghasilkan suatu ilmu pengetahuan atau objek merupakan bentuk ilmu ushuly, akan tetapi tidak terlepas dari ilmu hudhury sebagai landasannya.
  
DAFTAR PUSTAKA

Thabathabai, Allamah. 1415 H. Bidayah al-Hikmah. Qum: Muassasah Nasr al-Islami.
Rahmat, Jalaluddin. 2000.  Kuliah-kuliah Tasawwuf. Jakarta: Pustaka Hidayah.

Yazdi, Mehdi Hairi. 1992. The Principle of Epistemology in Islamic Philosophy: Knowledge by Presence. New York: State University of New York Press.
http//:krisna1.blog.uns.ac.id,Pengertian dan Ciri-ciri Pembelajaran diakses tanggal 21 Oktober 2015 h.11:29
Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Wehr, Hans. 1979. Dictionary of Modern Written Arabic. Wiesbaden: Otto Harrassowitz.


[1] http//:inilahcom, Nasaruddin Umar, “Reartikulasi ajaran agama: Sifat Ilmu Ushuly dan Hudhury”, diakses tanggal 22 Oktober h. 13.40
[2] Istilah “ilmu” di sini diambil dari Bahasa Arab “al-‘ilm”, yang artinya “pengetahuan”, atau dalam Bahasa Inggris “knowledge”. Biasanya dalam Bahasa Indonesia, istilah “ilmu”, atau digabungkan menjadi “ilmu pengetahuan” bermakna sama dengan “science” dalam Bahasa Inggris. Oleh karena itu, agar tidak terjadi kerancuan istilah, maka dalam penelitian ini istilah yang akan digunakan adalah “ilmu” yang berarti “pengetahuan”, yang akan dibedakan dengan istilah “sains”, sehingga menjadi jelas perbedaan maknanya.
[3] Jalaluddin Rahmat, Kuliah-kuliah Tasawwuf, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2000), p. 29.
[4] Mehdi Hairi Yazdi, The Principle of Epistemology in Islamic Philosophy: Knowledge by Presence, (New York: State University of New York Press, 1992).
[5] Hans Wehr, Dictionary of Modern Written Arabic (Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1979).
[6] Archie J.Bahm, Epistemology: Theory of Knowledge, (Albuquerque: World Books, 1995), p. 5.
[7] Mehdi Hairi Yazdi, op.cit ,p. 76.
 [8] Ibid, p. 76-77
[9] Allamah Thabathabai, Bidayah al-Hikmah. (Qum: Muassasah Nasr al-Islami, 1415 H), p. 139.
[10] Ibid,. p.125-126.
[11] Khlaid al-Walid, Tasauf, p. 118-119.
[12] Allamah Thabathabai, op.cit, p. 260
[13] http//:krisna1.blog.uns.ac.id,Pengertian dan Ciri-ciri Pembelajaran diakses tanggal 21 Oktober 2015 h.11:29
[14] Mehdi Hairi Yazdi, op.cit, p.76
[15] ibid.,p. 76.
[16] Nana Sudjana, Dasar-dasar proses belajar mengajar, (Bandung:2013), p.39

No comments:

Post a Comment

MONGGO KOMENTARIPUN, KANGMAS LAN MBAK AYU