Disampaikan oleh Adi Abdillah
A. PENDAHULUAN
Pendidikan diharapkan menjadi sarana mencapai tujuan hidup. Tujuan
hidup itu sendiri tiap manusia berbeda-beda tergantung dasar falsafah hidupnya.
Namun dapat dikatakan tujuan hidup
manusia itu adalah kebahagiaan, meskipun
wujud dan pemaknaan akan hakekat kebahagiaan tersebut tiap manusia tidak selalu
sama karena tiap manusia punya standar dan ukuran sendiri-sendiri dalam
pemaknaan dan penghayatannya.
Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun
2003 pada Bab 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1] Dalam
pengertian tersebut ternyata tujuan pendidikan pertama adalah terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang “motivatif inspiratif aktif” sehingga
diharapkan peserta didik dapat mengembangkan seluruh potensi-potensi kemanusiaannya baik
itu aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotorik atau ketrampilan-ketrampilan;
kedua, memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (menjadi
rahmatan lil ‘alamin/manfaat di manapun kapanpun)
Dalam prakteknya mewujudkan suasana dan
proses belajar tersebut terbentur berbagai kendala baik dari pendidik, peserta
didik, fasilitas kurang memadai, dan masalah-masalah lainnya yang kompleks,
sehingga suasana proses belajar menjadi membosankan, tidak menyenangkan, tidak
menarik perhatian, tidak inspiratif, atau cenderung tidak memberikan stimulan
pada peserta didik untuk aktif. Lalu apa solusinya? Pengintegrasian
entertainment dalam pendidikan/pembelajaran merupakan solusi.
Kemudian dari sisi output pendidikan, pendidikan
dirasakan kurang membekali jiwa dan ketrampilan serta jiwa kewirausahaan/enterpreneur.
Hal tersebut terbukti dari banyaknya angka pengangguran yang ada. Sumberdaya manusia Indonesia juga masih memiliki berbagai kelemahan dan sering berada
pada posisi yang lebih rendah dibandingkan negara lain.
Makalah
ini membahas apa pentingnya pengintegrasian entertainment dan
enterpreneur dalam pendidikan? Dan bagaimana mengharmoniskan edutainment
dan edupreneur dalam pendidikan?
B. PEMBAHASAN
Pentingnya Entertainment dalam Pendidikan
Manusia memiliki kekhususan masing-masing,
termasuk gaya belajar[2]. Lebih
dari 2400 tahun yang lalu Confusius[3]
menyatakan, “What i hear i forget;
What i see i remember; What i do i understand” (Apa yang saya dengar saya lupa; Apa yang saya
lihat saya ingat; Apa yang saya lakukan saya paham). Kemudian Melvin L. Silberman[4],
telah memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius tersebut menjadi, “What i hear i forget; what i hear and see i remember; what i hear see and
ask question about or discuss with someone else i begin to understand; what i
hear, see, di a little scus mengerti s and do i acquire knowledge and still; what i teach to another i master” (Apa yang saya dengar saya lupa; apa yang saya dengar dan lihat saya
ingat sedikit; apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan, atau diskusikan dengan
orang lain saya mulai memahami; apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan
lakukan saya memperoleh pengetahuan dan ketrampilan; apa yang saya ajarkan
kepada orang lain, saya menguasainya).[5]
Proses dan suasana pembelajaran yang
membuat peserta didik senang, semangat, dan aktif serta menginspirasi peserta
didik mengembangkan seluruh potensi kemampuan kemanusiaannya dikatakan sebagai
proses dan suasana belajar yang sukses. Peserta didik selalu akan merasa rindu
belajar dengan berbagai motivasinya jauh dari rasa jenuh dan bosan apalagi
membuat “kapok” atau trauma. Upaya agar pembelajaran menjadi menyenangkan, maka
perlu mamasukkan adanya entertainment dalam pendidikan/ edutainment. Dan upaya
untuk mengurangi adanya angka pengangguran, maka perlu adannya pendidikan
enterpreneur / edupreneur.
Lalu apakah itu
edutainment?, Menurut Sutrisno, Edutainment berasal dari kata education dan entertainment.
Education artinya pendidikan, dan entertainmet artinya hiburan.
Jadi, edutainment , dari segi bahasa berarti pendidikan
yang menghibur atau menyenangkan. Sedangkan dari segi terminologi,
edutainment, adalah suatu proses pembelajaran yang didesain
sedemikian rupa sehingga muatan pendidikan dan hiburan dapat dikombinasikan
secara harmonis, sehingga pembelajaran terasa lebih menyenangkan.[6]
Pembelajaran yang menyenangkan biasanya dilakukan dengan humor, permainan (game),
bermain peran (role-play) dan demonstrasi, tetapi dapat juga dengan
cara-cara lain, yang penting siswa dapat mengalami proses pembelajaran dengan
senang, dan mereka menikmatinya. Sedangkan secara epistemologis edutainment,
dapat dimaknai sebagai pembelajaran yang memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk terlibat dan menikmati proses belajar yang rileks,
menyenangkan dan bebas dari tekanan, baik fisik maupun psikis.[7]
Sedangkan
menurut Hamruni konsep edutainment adalah suatu rangkaian pendekatan
dalam pembelajaran untuk menjembatani jurang yang memisahkan antara proses
mengajar dan proses belajar, sehingga diharapkan bisa meningkatkan hasil
belajar.[8]
Konsep ini dirancang agar proses belajar-mengajar dilakukan secara holistik
dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang berasal dari berbagai disiplin ilmu,
seperti pengetahuan tentang cara kerja otak dan memori, motivasi, konsep diri,
emosi (perasaan), metakognisi, gaya belajar, kecerdasan majemuk, teknik memori,
teknik membaca, teknik mencatat, dan teknik belajar lainnya. Jadi konsep
dasar edutainment, berupaya agar pembelajaran yang terjadi berlangsung dalam
suasana yang kondusif dan menyenangkan, mengandung unsur hiburan, bebas dari
tekanan sehingga proses belajar menjadi rilek, dengan memperhatikan, menghargai
segala potensi dan gaya belajar peserta didik serta menggunakan teori-teori
atau fasilitas-fasilitas yang mendukung.
Edutainment menjadi penting karena membangun
curisity (keingintahuan) peserta didik terhadap ilmu / pelajaran yang
sedang dipelajari. Terbangunnya curisity seorang
adalah pintu pengetahuan dan sekaligus awal keberhasilan pendidikan. Pembelajaran
yang asyik menyenangkan dan memanusiakan akan menghancurkan berhala kejenuhan,
berhala kemalasan yang merupakan bibit kebodohan. Konsep edutainment, menawarkan
suatu strategi atau sistem pembelajaran yang dirancang dengan suatu jalinan
yang meliputi anak didik, pendidik (guru), proses pembelajaran (metode) dan
lingkungan pembelajaran. Konsep edutainment, menempatkan pembelajar
sebagai pusat dari proses pembelajaran, dan sekaligus sebagai subyek
pendidikan. Dalam edutainment proses dan aktivitas pembelajaran tidak
lagi tampil dalam wajah yang menakutkan, tetapi dalam wujud yang humanis dan
dalam interaksi edukatif yang terbuka dan menyenangkan. Kajian yang ada diberbagai
literatur, maka ada beberapa teori belajar yang relevan dan bernuasa konsep edutainment:
a. Teori Pembelajaran Aktif ( Active
Learning Theory).
Teori ini
menyatakan bahwa belajar hendaknya melibatkan multiindera dan dilaksanakan
dengan menggunakan variasi metode pembelajaran. Menurut Melvin
L. Silberman, belajar bukan merupakan
konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar
membutuhkan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu
aktif, baik dalam mempelajari gagasan, memecahkan berbagai masalah dan
menerapkan apa yang mereka pelajari.
b. Teori Belajar Akselerasi (The
Accelerated Learning Theory).
Teori ini
menyatakan bahwa pembelajaran itu harus dirancang agar berlangsung secara
tepat, menyenangkan, dan memuaskan. Buku the Accelerated Learning menyajikan
suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indra dan emosi dalam proses
belajar, yangmerupakan cara belajar secara alami. Cara belajar seperti ini,
disebut pendekatan SAVI (Somatis-Auditori-Visual-Intelektual),
dan diharapkan terjadi percepatan dan peningkatan dalam kemampuan dan hasil
belajar, konsep dasar dari Accelerated Learning adalah bahwa
pembelajaran itu bisa dirancang agar berlangsung secara cepat, menyenangkan,
dan memuaskan.
c. Teori Revolusi Belajar (The
Learning Revolution Theory).
Pada teori
ini lebih menekankan pada suasana yang kondusif, yakni suasana relaks, tidak
tegang, dan bebas dari tekanan. Hal ini disebut juga dengan lingkungan belajar bebas
resiko. Jadi, suasana belajar yang menyenangkan merupakan kunci utama bagi
individu untuk memaksimalkan hasil yang akan diperoleh dalam proses belajar.
Menurut teori ini, terdapat enam prinsip kunci yang jika dikelola dan dilakukan
dengan baik maka siswa akan dapat belajar lebih cepat, singkat dan mudah.
Keenam prinsip itu adalah menciptakan kondisi terbaik untuk belajar, memahami
kunci presentasi yang sukses, memaksimalkan kerja memori, mengekpresikan hasil
belajar, mempraktikkan, meninjau ulang, mengevaluasi, dan merayakan.
d. Teori Belajar Quantum (Quantum
Learning Theory).
Penekanan
teori ini terdapat pada pencapaian ketenangan dan berfikiran positif sebelum
belajar. Istilah
Quantum, pada awalnya hanya digunakan oleh pakar fisika modern menjelang abad
20, kemudian berkembang secara luas merambat kebidang-bidang kehidupan manusia
lainnya. Dalam dunia pendidikan, muncul konsep belajar quantum yang berupaya
meningkatkan proses pembelajaran, baik yang bersifat individual maupun
kelompok. Saat ini, mulai dirasakan bahwa kehidupan individu dan organisasi,
bisnis atau sosial, sedang menghadapi tantangan global, yakni perubahan
besar-besaran dalam hampir seluruh aspek. Konsep belajar Quantum mengungkapkan bahwa
setiap orang memiliki potensi otak yang relatif sama, tinggal bagaimana diri
sendiri mengelolahnya. Bila seseorang mampu mengenali tipe belajarnya dan
melakukan pembelajaran yang sesuai, maka belajar akan terasa sangat
menyenangkan dan akan memberikan hasil yang optimal.
e. Teori Belajar dengan Bekerjasama (Cooperatif
Learning).
Teori ini
berdasar pada konsep pembelajaran yang berdasarkan pada penggunaan
kelompok-kelompok kecil siswa, sehingga mereka dapat menjalin kerja sama untuk
memaksimalkan kelompoknya dan masing masing melakukan pembelajaran. Teori ini adalah salah satu
strategi pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk
mengkolaborasikan pengembangan diri dalam proses pembelajaran adalah Strategi
Pembelajaran Kooperatif (SPK). Ide penting dalam pembelajaran kooperatif
adalah membelajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan ini sangat penting bagi siswa, karena dalam dunia kerja sebagian
besar dilakukan secara kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
model pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen
dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Jadi, dalam setiap
kelompok terdapat peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama dan belum selesai jika
salah satu teman belum menguasai bahan pembelajaran.
f. Memanusiakan Ruang Kelas (Humanizing
the classroom)
Humanizing
artinya memanusiawikan, the classrom artinya ruang kelas. Jadi, humanizing
the claasroom secara harfiah berarti memanusiawikan ruang kelas.
Tetapi yang dimaksudkan disini adalah bahwa proses pembelajaran, guru hendaknya
memperlakukan siswa-siswanya sesuai dengan kondisi mereka masing-masing. Humanizing
the classroom yang dicetuskan oleh John P. Miller terfokus pada
pengembangan model “pendidikan afektif” yang dalam kosakata indonesia sering
disebut dengan “pendidikan kepribadian” atau “pendidikan nilai”.
Tawaran Miller ini bertumpu pada dorongan siswa untuk: pertama,
menyadari diri sebagai
suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah; kedua, mencari konsep dan identitas diri; ketiga,
memadukan kesadaran hati
dan pikiran[9].
Gagasan tentang pembelajaran berbasis
edutainment ini menjadi sebuah gagasan yang tidak hanya terbatas pada
konsep dan teori, namun juga dapat dioperasionalkan dalam pembelajaran
menggunakan metode dan aplikasi tertentu. Metode ini tentunya memiliki variasi
tersendiri serta memiliki keunikan dalam praktiknya. Metode tersebut dibuat dan
didesain sedemikian rupa menariknya untuk dapat merangsang tumbuh kembang
pengetahuan serta pemahaman anak. Aplikasi edutainment tersebut dapat
berupa gambar-gambar grafis ataupun tayangan-tayangan yang bersifat
audiovisual. Sehingga anak didik lebih mampu untuk memahami realitas yang
dipelajari. Contoh pelajaran tentang iman kepada hari akhir/kiamat. Anak didik akan lebih
mengetahui secara mendetail gambaran hari kiamat melalui sebuah ilustrasi
tayangan video atau film-film yang berkaitan dengan tema tersebut. Guru pun
dalam hal ini memilliki tanggung jawab besar untuk menyediakan sarana dan
prasarana serta media untuk memfasilitasi anak-anak didiknya.
Sekilas, anak-anak didik akan dibawa
ke
dalam suasana dimana ia
sebenarnya sedang belajar. Betul-betul menghayati, meresapi, mengambil
pelajaran dari setiap petikan pembelaajaran yang diberikan oleh gurunya melalui
berbagi variasi metode tersebut.
Rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, terdapat beberapa cabang ilmu
pokok di dalamnya. Yaitu, cabang ilmu ibadah (fiqih), tarikh (sejarah islam), Al-Qur’an, akhlak dan ketauhidan.
Pengaplikasian dari berbagai cabang ilmu agama islam itu dapat menggunakan
metode yang bervariasi pula. Misalnya dalam buku Fathul Mujib dan Nailur
Rahmawati dijelaskan bahwa metode penerapan pembelajaran edutainment matapelajaran
PAI dapat berupa langkah-langkah sebagai berikut:
a. Tujuan
Melatih audio-visual siswa, dapat
memiliki pemahaman dan mampu mepresentasikan apa yang telah dilihat
b. Alat yang diperlukan
Lcd, laptop, dan film kartun yang
durasi pendek sesuai dengan materi pembelajaran yang akan dilaksanakan,
contohnya bab thaharah
c. Cara bermainnya
1) Guru membentuk tiga kelompok dan menyediakan kertas
kosong untuk menulis nama kelompok dan tugasnya
2) Guru menuliskan tugas pada lipatan pesawat kertas,
kemudian melemparkannya di kelas. Siapa yang dapat maka kelompoknya membaca
tugas tersebut
3) Setiap kelompok mempresentasikan hasil yang telah
didapat melalui film kartun
4) Setiap kelompok memberikan pertanyaan kepada
kelompok rival disesuaikan dengan tugas yang didapat dari Guru
5) Jika tidak dapat menjawab
pertanyaan dengan benar maka satu kelompok harus dihukum. Misalnya, bernyanyi,
pantomim, berjalan layaknya hewan, dan lain sebagainya hukuman diberikan
kesepakatan kelas.
Pentingnya Pendidikan Kewirausahaan/Edupreneurship
Istilah Edupreneurship terdiri dari dua kata Education
yang berarti pendidikan dan enterpreneurship yang kewirausahaan
atau kewiraswastaan. enterpreneurship
juga berasal dari bahasa Perancis entreprendre yang berarti wira
usaha/kewirausahaan yang juga diartikan sebagai entreprise yang berarti
menyambut tantangan,[10]. Bisa
dikatakan edupreneurship adalah pendidikan yang mencetak peserta didik yang
kreatif inovatif, pencipta peluang yang handal, dan pemberani melangkah
menyambut tantangan kehidupan. Menurut Kemendiknas kewirausahaan adalah
suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan sangat
bernilai dan berguna baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.[11] Menurut Potter, Key role of entrepreneurial education is to
create momentum for change; development starts in small steps, as others follow
and momentum grows.[12] (Peran
kunci pendidikan kewirausahaan adalah menciptakan momentum untuk perubahan;
pembangunan dimulai pada langkah-langkah kecil, yang lain mengikuti dan
momentum tumbuh). Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa pendidikan kewirausahaan
dimanfaatkan sebagai momentum awal menciptakan lulusan yang berjiwa wirausaha
melalui pembentukan pola pikir (mindset) dan jiwa (spirit)
menjadi pengusaha.
Prof Disman PD I FPEB
UPI Pendidikan adalah untuk menjawab perubahan 5 tahun, 10 tahun mendatang.
Pendidikan adalah membentuk peserta didik mandiri melalui pola pikir serta
pemberian kompetensi dan skill. Jadi dalam pendidikan kewirausahaan akan
mengembangkan peserta didik berprilaku entrepreneur dan menjawab tantangan masa
depan[13].
Mengapa edupreneur / pendidikan kewirausahaan menjadi
penting? Dalam realitanya kehidupan begitu keras, sehingga siapapun yang tidak
cerdas, tidak trampil, tidak tangguh, tidak kreatif inovatif akan tergilas
kereta kehidupan. Tetapi apa yang terjadi di Indonesia dari jumlah penduduk
sekitar 250 juta terjadi pengangguran yang cukup besar, meskipun sejak tahun
2011 sampai 2013 bahkan sampai Februari 2015 terjadi penurunan jumlah
pengangguran.
Tingkat
Pengangguran Terbuka Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
|
2011
|
2012
|
2013
|
Tidak/belum
pernah sekolah
|
190.370
|
82.411
|
109.865
|
Belum/
tidak tamat SD
|
686.895
|
503.379
|
513.534
|
SD
|
1.120.090
|
1.449.508
|
1.421.653
|
SLTP
|
1.890.755
|
1.701.294
|
1.822.395
|
SLTA
Umum ( SMA dan MA)
|
2.042.629
|
1.832.109
|
1.841.545
|
SLTA
Kejuruan/ SMK
|
1.032.317
|
1.041.265
|
847.052
|
Diploma
I, II, III/ akademi
|
244.687
|
196.780
|
192.762
|
Universitas
|
492.343
|
438.210
|
421.717
|
Total
|
7.700.086
|
7.244.956
|
7.170.523
|
Adapun data Angkatan kerja Indonesia pada Februari 2015 sebanyak 128,3
juta orang, bertambah
sebanyak 6,4 juta orang dibanding Agustus
2014 atau bertambah sebanyak 3,0 juta orang dibanding Februari
2014. Penduduk bekerja pada
Februari 2015 sebanyak 120,8 juta orang, bertambah 6,2 juta orang dibanding
keadaan Agustus 2014 atau bertambah 2,7 juta orang dibanding keadaan Februari
2014. Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) Februari 2015 sebesar 5,81 persen menurun dibanding
TPT Agustus 2014 (5,94 persen), dan meningkat dibandingkan TPT
Februari 2014 (5,70 persen). Selama
setahun terakhir (Februari 2014–Februari 2015) kenaikan penyerapan tenaga kerja
terjadi terutama di Sektor Industri sebanyak 1,0 juta orang (6,43 persen),
Sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 930 ribu orang (5,03 persen), dan Sektor
Perdagangan sebanyak 840 ribu orang (3,25 persen). Penduduk bekerja di atas 35 jam per
minggu (pekerja penuh) pada Februari 2015 sebanyak 85,2 juta orang (70,48
persen), sedangkan penduduk yang bekerja kurang dari 15 jam per minggu sebanyak
7,5 juta orang (6,24 persen). Pada
Februari 2015, penduduk bekerja masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan
SD ke bawah sebesar 45,19 persen, sementara penduduk bekerja dengan pendidikan
Sarjana ke atas hanya sebesar 8,29 persen.
Sumberdaya manusia
Indonesia masih memiliki berbagai kelemahan dan sering berada pada posisi yang
lebih rendah dibandingkan negara lain. Salah satu contoh situasi ini
ditunjukkan oleh rata-rata income penduduk negara Indonesia di antara beberapa
negara Asia yang tertera pada tabel Pendapatan
per-kapita Penduduk Negara Asia di bawah ini:
Pendapatan per-kapita Penduduk Negara Asia COUNTRY
|
Mean years of schooling
|
Duration of Compulsory Education
|
GNI per capita (USD/year)
|
Indonesia
|
5,8
|
9
|
3.716
|
India
|
4,4
|
9
|
3.468
|
Singapore
|
8,8
|
6
|
52.569
|
Malaysia
|
9,5
|
9
|
13.685
|
Philippines
|
8,9
|
7
|
3.478
|
Japan
|
11,6
|
9
|
32.295
|
Korea
|
11,6
|
9
|
28.230
|
China
|
7,5
|
9
|
7.476
|
Thailand
|
6,6
|
9
|
7.694
|
Ket: GNI (Gross National Income)
Sumber:
Dit PSMK (2014)
Rata-rata pendapatan penduduk
Indonesia berada jauh di bawah negara tetangga Malaysia dan Singapura,
tetapi masih berada di atas negara Philiphina dan India. Lama sekolah ternyata
cukup berpengaruh terhadap pendapatan penduduk. Di Singapura, wajib belajar
hanya ditetapkan 6 tahun, tetapi durasi waktu sekolah yang ditempuh penduduk Singapura
lebih panjang daripada waktu belajar yang diwajibkan. Durasi waktu sekolah
negara Indonesia dan India masih berada di bawah durasi waktu wajib belajar.
Income perkapita negara Singapura 52.569
USD/tahun sementara itu Indonesia hanya 3.716
USD/tahun masih sedikit lebih tinggi dari India.
Lembaga pendidikan
unggul diharapkan mampu memberdayakan peserta didik agar mereka memperoleh
sukses di kemudian hari. Untuk memperoleh sukses tersebut, pendidikan
diharapkan mampu membekali peserta didiknya supaya memiliki kepekaan sosial
untuk menembus sektor bisnis dan membawa perubahan. Sistem manajemen
eduprenership diharapkan mampu menghasilkan calon orang-orang yang akan sukses.
Di sisi lain, membangun edupreuneur saat ini juga diharapkan mampu memakmurkan lembaga
pendidikan tanpa membebani orang tua dan pemerintah.
Langkah awal pengembangan edupreneurship adalah menyiapkan guru yang
mampu membimbing siswa agar mereka memiliki jiwa entrepreneur/teacherpreneur. Jika
sumberdaya guru sudah siap, kebijakan peningkatan mutu dan budaya
edupreneurship akan mendapat dukungan. Edupreneurship membutuhkan dukungan dari
pendidik yang memiliki jiwa teacherpreneur. Pendidik yang memiliki jiwa
teacherpreuner adalah pendidik yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan,
menguasai banyak strategi mengajar yang inovatif, mempunyai gagasan dan
strategi agar sekolah dapat meraih sukses yang tinggi, memiliki keterampilan
dan komitmen untuk menyebarluaskan keahliannya kepada orang lain. Teacherpreuner
merupakan bagian dari profesi yang melekat pada guru untuk mengembangkan
pendidikan yang terbaik bagi anak-anak dimasa depan.
Teacherpreneur adalah
seorang guru atau dosen yang sangat famililier dengan masalah di bidang
pendidikan. Mereka menggunakan kompetensinya (pengetahuan, keterampilan, sikap
dan keahlian) untuk mengelola sebuah usaha mengatasi masalah pendidikan agar
peserta didiknya memperoleh hasil akademik yang lebih baik. Teacherpreneurs
adalah individu yang berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui
kegiatan berikut: (a) innovation, (b) leadership; (c) publishing; (d)
policy; (e) research dan (f) entrepreneurship.[14]
Adapun nilai-nilai kewirausahaan
yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran diantaranya: mandiri, kreatif,
berani mengambil resiko, berorientasi pada tindakan, kepemimpinan, kerja keras,
jujur, disiplin, inovatif, tanggung jawab, kerja sama, pantang menyerah/ulet,
komitmen, realistis, rasa ingin tahu, komunikatif, motivasi kuat untuk sukses.[15] Nilai-nilai
ini dapat dikatakan benih-benih jiwa enterpreneur. Ternyata nilai-nilai ini
telah masuk dalam RPP para guru tetapi selama ini diakui memang Sekolah
Menengah Kejuruan menjadi andalan dalam wujud aplikatif edupreneurship.
Aplikasi internalisasi nilai-nilai dapat dilakukan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.[16]
Pada tahap perencanaan misalnya, ditambahkan pada tujuan pembelajaran
nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan, sesuai dengan materi yang akan
disampaikan. Pada tahap pelaksanaan, tinggal diaplikasikan digabungkan dengan
teori-teori edutainment yang ada sesuai kondisi, contohnya pemberian
tugas-tugas mandiri. Pada tahap evaluasi, bisa diterapkan dengan evaluasi diri
sendiri tiap peserta didik dari berbagai sisi dan usaha bagaimana memperbaiki
yang dirasa kurang.
Oleh karena itu harmonisasi edutainment dan edupreneur perlu ada karena
dengan edutainment tujuan sukses dalam proses belajar dapat tercapai, dan
dengan edupreneur tujuan akhir pendidikan dapat diwujudkan. Harmonisasi itu
berjalan jika nilai-nilai entertainment dan enterpreneur menyatu bersama dalam
pembelajaran.
C. PENUTUP
Konsep dasar edutainment, berupaya agar pembelajaran yang
terjadi berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan, mengandung
unsur hiburan, bebas dari tekanan sehingga proses belajar menjadi rilek, dengan
memperhatikan, menghargai segala potensi dan gaya belajar peserta didik serta
menggunakan teori-teori atau fasilitas-fasilitas yang mendukung. Edutainment menjadi penting karena bertujuan membangun
curisity (keingintahuan) peserta didik terhadap ilmu / pelajaran yang sedang
dipelajari. Terbangunnya curisity seorang adalah pintu pengetahuan dan
sekaligus awal keberhasilan pendidikan. Ada beberapa teori-teori belajar yang di dalamnya terkandung nilai-nilai
edutainment seperti:
a. Teori Belajar Akselerasi (The Accelerated Learning Theory).
b. Teori Belajar Akselerasi (The Accelerated Learning Theory).
c.
Teori Revolusi Belajar (The Learning Revolution Theory).
d.
Teori Belajar Quantum (Quantum Learning Theory).
e.
Teori Belajar dengan Bekerjasama (Cooperatif Learning).
f.
Memanusiakan Ruang Kelas (Humanizing the classroom)
segala aplikasi teori-teori tersebut dalam
pendidikan/pembelajaran berarti telah menerapkan edutainment dalam pendidikan.
Edupreneurship
adalah pendidikan yang mencetak peserta didik yang kreatif inovatif, pencipta
peluang yang handal, dan pemberani melangkah menyambut tantangan kehidupan.
Mengapa edupreneur / pendidikan kewirausahaan menjadi
penting? Dalam realitanya kehidupan begitu keras, sehingga siapapun yang tidak
memiliki nilai-nilai kewirausahaan dapat tergilas kereta kehidupan.
Adapun nilai-nilai kewirausahaan yang dapat diintegrasikan dalam
pembelajaran diantaranya: mandiri, kreatif, berani mengambil resiko,
berorientasi pada tindakan, kepemimpinan, kerja keras, jujur, disiplin,
inovatif, tanggung jawab, kerja sama, pantang menyerah/ulet, komitmen,
realistis, rasa ingin tahu, komunikatif, motivasi kuat untuk sukses. Langkah
awal pengembangan edupreneurship adalah menyiapkan guru yang mampu membimbing
siswa agar mereka memiliki jiwa entrepreneur/teacherpreneur Oleh karena itu
harmonisasi edutainment dan edupreneur perlu ada karena dengan edutainment
tujuan sukses dalam proses belajar dapat tercapai, dan dengan edupreneur
tujuan akhir pendidikan dapat diwujudkan. Harmonisasi itu berjalan jika
nilai-nilai entertainment dan enterpreneur menyatu bersama dalam perencanaan,
proses, dan evaluasi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo, Agus, Pendidikan
Kewirausahaan; Konsep dan Strategi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011
Fadhilah, Pendidikan Entrepreneurship Berbasis
islam dan Kearifan Lokal, Jakarta: DIadit Media Press, 2011
Hamruni,
Edutainment dalam Pendidikan Islam & Teori-Teori Pembelajaran Quantum,
Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,
2009
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Pengembangan
Pendidikan Kewirausahaan; Bahan Pelatihan Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan,
Jakarta:Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum, 2010
Silberman, Melvin L., Active Learning; 101
Strategies to Teach Any Subject (terj), Yogyakarta: Yappendis, 2002
Roqib, Ilmu
Pendidikan Islam pendidikan integratif di sekolah, keluarga, dan masyarakat, Yogyakarta: LKIS, 2009
Sutrisno, Manajemen Keuangan Teori Konsep dan Aplikasi, Yogyakarta: Ekonosia, 2005
UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003; Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Jogjakarta: Media Wacana Press, 2003
Kkohl. Edublogs.org (26 Januari 2014) Welcome
to Teacherpreneurship! Provided by WPMU DEV -The WordPress Experts
[1] UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003; Tentang
Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Jogjakarta: Media Wacana Press, hal. 9
[2] Dalam buku Quantum
Learning dipaparkan 3 modalitas belajar seseorang yaitu : “modalitas visual, auditori atau kinestetik (V-A-K). Walaupun masing-masing dari kita belajar dengan
menggunakan ketiga modlaitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih
cenderung pada salah satu di antara ketiganya”.
[3]
Confusius adalah seorang
bangsawan kuno berkebangsaan Tiongkok, berasal dari nama latin K’ung Futse. Ia
dilahirkan di negara Lu pada tahun 551 SM. Confusius dapat dikatakan sebagai seseorang
yang berhasil dalam menangani bidang pendidikan sehingga ia mendapat sebutan
sebagai guru. Lihat http://konfusiani.blogspot.co.id/2009/11/konsep-manusia-ideal-menurut-confucius.html
[4]
Dr. Melvin L. Silberman adalah profesor dalam bidang psikologi
pendidikan pada Universitas Tempel, penulis buku Active Learning; 101 Strategies to Teach Any Subject
[5] Melvin L. Silberman, Active Learning; 101
Strategies to Teach Any Subject (terj), Yogyakarta: Yappendis, 2002 hal.
1-2
[7]
Roqib, Ilmu
Pendidikan Islam pendidikan integratif di sekolah, keluarga, dan masyarakat,
Yogyakarta: LKIS, 2009, hal. 107
[8] Hamruni, Edutainment
dalam Pendidikan Islam & Teori-Teori Pembelajaran Quantum, Yogyakarta:
Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2009, hal. 42
[10]
Fadhilah, Pendidikan
Entrepreneurship Berbasis islam dan Kearifan Lokal, Jakarta:DIadit Media
Press, 2011, hal. 75
[11]
Kementerian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas), Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan; Bahan
Pelatihan Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan, Jakarta:Kementerian
Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010,
hal.15
[14]
Kkohl. Edublogs.org (26 Januari 2014) Welcome to Teacherpreneurship!
Provided by WPMU DEV -The WordPress Experts
[15]
Kementerian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas),Op.Cit.,, hal.10-11
[16] Agus Wibowo, Pendidikan
Kewirausahaan; Konsep dan Strategi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hal.
62
No comments:
Post a Comment
MONGGO KOMENTARIPUN, KANGMAS LAN MBAK AYU