Friday, October 23, 2015

Harmonisasi Edutainment dan Edupreneur dalam Pendidikan

Disampaikan oleh Adi Abdillah



A.      PENDAHULUAN
Pendidikan diharapkan  menjadi sarana mencapai tujuan hidup. Tujuan hidup itu sendiri tiap manusia berbeda-beda tergantung dasar falsafah hidupnya. Namun dapat dikatakan  tujuan hidup manusia  itu adalah kebahagiaan, meskipun wujud dan pemaknaan akan hakekat kebahagiaan tersebut tiap manusia tidak selalu sama karena tiap manusia punya standar dan ukuran sendiri-sendiri dalam pemaknaan dan penghayatannya.


Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada Bab 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1] Dalam pengertian tersebut ternyata tujuan pendidikan pertama adalah  terwujudnya  suasana belajar dan proses pembelajaran yang  “motivatif inspiratif aktifsehingga diharapkan peserta didik dapat mengembangkan  seluruh potensi-potensi kemanusiaannya baik itu  aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik atau  ketrampilan-ketrampilan; kedua, memiliki  kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (menjadi rahmatan lil ‘alamin/manfaat di manapun kapanpun)
Dalam prakteknya mewujudkan suasana dan proses belajar tersebut terbentur berbagai kendala baik dari pendidik, peserta didik, fasilitas kurang memadai, dan masalah-masalah lainnya yang kompleks, sehingga suasana proses belajar menjadi membosankan, tidak menyenangkan, tidak menarik perhatian, tidak inspiratif, atau cenderung tidak memberikan stimulan pada peserta didik untuk aktif. Lalu apa solusinya? Pengintegrasian entertainment dalam pendidikan/pembelajaran merupakan solusi.
Kemudian dari sisi output pendidikan, pendidikan dirasakan kurang membekali jiwa dan ketrampilan serta jiwa kewirausahaan/enterpreneur. Hal tersebut terbukti dari banyaknya angka pengangguran yang ada. Sumberdaya manusia Indonesia juga masih memiliki berbagai kelemahan dan sering berada pada posisi yang lebih rendah dibandingkan negara lain.
Makalah  ini membahas apa pentingnya pengintegrasian entertainment dan enterpreneur dalam pendidikan? Dan bagaimana mengharmoniskan edutainment dan edupreneur dalam pendidikan?

B.       PEMBAHASAN
Pentingnya Entertainment dalam Pendidikan
Manusia memiliki kekhususan masing-masing, termasuk gaya belajar[2]. Lebih dari 2400 tahun yang lalu Confusius[3] menyatakan, What i hear i forget; What i see i remember; What i do i understand” (Apa yang saya dengar saya lupa; Apa yang saya lihat saya ingat; Apa yang saya lakukan saya paham). Kemudian Melvin L.  Silberman[4], telah memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius  tersebut menjadi, What i hear i forget; what i hear and see i remember; what i hear see and ask question about or discuss with someone else i begin to understand; what i hear, see, di a little scus mengerti s and do i acquire knowledge and still; what i teach to another i master (Apa yang saya dengar saya lupa; apa yang saya dengar dan lihat saya ingat sedikit; apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan, atau diskusikan dengan orang lain saya mulai memahami; apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan saya memperoleh pengetahuan dan ketrampilan; apa yang saya ajarkan kepada orang lain, saya menguasainya).[5]
Proses dan suasana pembelajaran yang membuat peserta didik senang, semangat, dan aktif serta menginspirasi peserta didik mengembangkan seluruh potensi kemampuan kemanusiaannya dikatakan sebagai proses dan suasana belajar yang sukses. Peserta didik selalu akan merasa rindu belajar dengan berbagai motivasinya jauh dari rasa jenuh dan bosan apalagi membuat “kapok” atau trauma. Upaya agar pembelajaran menjadi menyenangkan, maka perlu mamasukkan adanya entertainment dalam pendidikan/ edutainment. Dan upaya untuk mengurangi adanya angka pengangguran, maka perlu adannya pendidikan enterpreneur / edupreneur.
Lalu apakah itu edutainment?, Menurut Sutrisno, Edutainment berasal dari kata education dan entertainment. Education artinya pendidikan, dan entertainmet artinya hiburan. Jadi, edutainment , dari segi bahasa berarti pendidikan yang menghibur atau menyenangkan. Sedangkan dari segi terminologi, edutainment, adalah suatu proses pembelajaran yang didesain sedemikian rupa sehingga muatan pendidikan dan hiburan dapat dikombinasikan secara harmonis, sehingga pembelajaran terasa lebih menyenangkan.[6] Pembelajaran yang menyenangkan biasanya dilakukan dengan humor, permainan (game), bermain peran (role-play) dan demonstrasi, tetapi dapat juga dengan cara-cara lain, yang penting siswa dapat mengalami proses pembelajaran dengan senang, dan mereka menikmatinya. Sedangkan secara epistemologis edutainment, dapat dimaknai sebagai pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat dan menikmati proses belajar yang rileks, menyenangkan dan bebas dari tekanan, baik fisik maupun psikis.[7]
Sedangkan menurut Hamruni konsep edutainment adalah suatu rangkaian pendekatan dalam pembelajaran untuk menjembatani jurang yang memisahkan antara proses mengajar dan proses belajar, sehingga diharapkan bisa meningkatkan hasil belajar.[8] Konsep ini dirancang agar proses belajar-mengajar dilakukan secara holistik dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang berasal dari berbagai disiplin ilmu, seperti pengetahuan tentang cara kerja otak dan memori, motivasi, konsep diri, emosi (perasaan), metakognisi, gaya belajar, kecerdasan majemuk, teknik memori, teknik membaca, teknik mencatat, dan teknik belajar lainnya. Jadi konsep dasar edutainment, berupaya agar pembelajaran yang terjadi berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan, mengandung unsur hiburan, bebas dari tekanan sehingga proses belajar menjadi rilek, dengan memperhatikan, menghargai segala potensi dan gaya belajar peserta didik serta menggunakan teori-teori atau fasilitas-fasilitas yang mendukung.
Edutainment menjadi penting karena membangun curisity (keingintahuan) peserta didik terhadap ilmu / pelajaran yang sedang dipelajari. Terbangunnya curisity seorang adalah pintu pengetahuan dan sekaligus awal keberhasilan pendidikan. Pembelajaran yang asyik menyenangkan dan memanusiakan akan menghancurkan berhala kejenuhan, berhala kemalasan yang merupakan bibit kebodohan. Konsep edutainment, menawarkan suatu strategi atau sistem pembelajaran yang dirancang dengan suatu jalinan yang meliputi anak didik, pendidik (guru), proses pembelajaran (metode) dan lingkungan pembelajaran. Konsep edutainment, menempatkan pembelajar sebagai pusat dari proses pembelajaran, dan sekaligus sebagai subyek pendidikan. Dalam edutainment proses dan aktivitas pembelajaran tidak lagi tampil dalam wajah yang menakutkan, tetapi dalam wujud yang humanis dan dalam interaksi edukatif yang terbuka dan menyenangkan. Kajian yang ada diberbagai literatur, maka ada beberapa teori belajar yang relevan dan bernuasa konsep edutainment:
a. Teori Pembelajaran Aktif ( Active Learning Theory).
Teori ini menyatakan bahwa belajar hendaknya melibatkan multiindera dan dilaksanakan dengan menggunakan variasi metode pembelajaran. Menurut Melvin L. Silberman, belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, baik dalam mempelajari gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
b. Teori Belajar Akselerasi (The Accelerated Learning Theory).
Teori ini menyatakan bahwa pembelajaran itu harus dirancang agar berlangsung secara tepat, menyenangkan, dan memuaskan. Buku the Accelerated Learning menyajikan suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indra dan emosi dalam proses belajar, yangmerupakan cara belajar secara alami. Cara belajar seperti ini, disebut pendekatan SAVI (Somatis-Auditori-Visual-Intelektual), dan diharapkan terjadi percepatan dan peningkatan dalam kemampuan dan hasil belajar, konsep dasar dari Accelerated Learning adalah bahwa pembelajaran itu bisa dirancang agar berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan.
c. Teori Revolusi Belajar (The Learning Revolution Theory).
Pada teori ini lebih menekankan pada suasana yang kondusif, yakni suasana relaks, tidak tegang, dan bebas dari tekanan. Hal ini disebut juga dengan lingkungan belajar bebas resiko. Jadi, suasana belajar yang menyenangkan merupakan kunci utama bagi individu untuk memaksimalkan hasil yang akan diperoleh dalam proses belajar. Menurut teori ini, terdapat enam prinsip kunci yang jika dikelola dan dilakukan dengan baik maka siswa akan dapat belajar lebih cepat, singkat dan mudah. Keenam prinsip itu adalah menciptakan kondisi terbaik untuk belajar, memahami kunci presentasi yang sukses, memaksimalkan kerja memori, mengekpresikan hasil belajar, mempraktikkan, meninjau ulang, mengevaluasi, dan merayakan.
d. Teori Belajar Quantum (Quantum Learning Theory).
Penekanan teori ini terdapat pada pencapaian ketenangan dan berfikiran positif sebelum belajar. Istilah Quantum, pada awalnya hanya digunakan oleh pakar fisika modern menjelang abad 20, kemudian berkembang secara luas merambat kebidang-bidang kehidupan manusia lainnya. Dalam dunia pendidikan, muncul konsep belajar quantum yang berupaya meningkatkan proses pembelajaran, baik yang bersifat individual maupun kelompok. Saat ini, mulai dirasakan bahwa kehidupan individu dan organisasi, bisnis atau sosial, sedang menghadapi tantangan global, yakni perubahan besar-besaran dalam hampir seluruh aspek. Konsep belajar Quantum mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki potensi otak yang relatif sama, tinggal bagaimana diri sendiri mengelolahnya. Bila seseorang mampu mengenali tipe belajarnya dan melakukan pembelajaran yang sesuai, maka belajar akan terasa sangat menyenangkan dan akan memberikan hasil yang optimal.
e. Teori Belajar dengan Bekerjasama (Cooperatif Learning).
Teori ini berdasar pada konsep pembelajaran yang berdasarkan pada penggunaan kelompok-kelompok kecil siswa, sehingga mereka dapat menjalin kerja sama untuk memaksimalkan kelompoknya dan masing masing melakukan pembelajaran. Teori ini adalah salah satu strategi pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri dalam proses pembelajaran adalah Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK). Ide penting dalam pembelajaran kooperatif adalah membelajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa, karena dalam dunia kerja sebagian besar dilakukan secara kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Jadi, dalam setiap kelompok terdapat peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama dan belum selesai jika salah satu teman belum menguasai bahan pembelajaran.
f. Memanusiakan Ruang Kelas (Humanizing the classroom)
Humanizing artinya memanusiawikan, the classrom artinya ruang kelas. Jadi, humanizing the claasroom secara harfiah berarti memanusiawikan ruang kelas. Tetapi yang dimaksudkan disini adalah bahwa proses pembelajaran, guru hendaknya memperlakukan siswa-siswanya sesuai dengan kondisi mereka masing-masing. Humanizing the classroom yang dicetuskan oleh John P. Miller terfokus pada pengembangan model “pendidikan afektif” yang dalam kosakata indonesia sering disebut dengan “pendidikan kepribadian” atau “pendidikan nilai”. Tawaran Miller ini bertumpu pada dorongan siswa untuk: pertama, menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah; kedua, mencari konsep dan identitas diri; ketiga, memadukan kesadaran hati dan pikiran[9].
Gagasan tentang pembelajaran berbasis edutainment ini menjadi sebuah gagasan yang tidak hanya terbatas pada konsep dan teori, namun juga dapat dioperasionalkan dalam pembelajaran menggunakan metode dan aplikasi tertentu. Metode ini tentunya memiliki variasi tersendiri serta memiliki keunikan dalam praktiknya. Metode tersebut dibuat dan didesain sedemikian rupa menariknya untuk dapat merangsang tumbuh kembang pengetahuan serta pemahaman anak. Aplikasi edutainment tersebut dapat berupa gambar-gambar grafis ataupun tayangan-tayangan yang bersifat audiovisual. Sehingga anak didik lebih mampu untuk memahami realitas yang dipelajari. Contoh pelajaran tentang iman kepada hari akhir/kiamat. Anak didik akan lebih mengetahui secara mendetail gambaran hari kiamat melalui sebuah ilustrasi tayangan video atau film-film yang berkaitan dengan tema tersebut. Guru pun dalam hal ini memilliki tanggung jawab besar untuk menyediakan sarana dan prasarana serta media untuk memfasilitasi anak-anak didiknya.
Sekilas, anak-anak didik akan dibawa ke dalam suasana dimana ia sebenarnya sedang belajar. Betul-betul menghayati, meresapi, mengambil pelajaran dari setiap petikan pembelaajaran yang diberikan oleh gurunya melalui berbagi variasi metode tersebut.
Rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, terdapat beberapa cabang ilmu pokok di dalamnya. Yaitu, cabang ilmu ibadah (fiqih), tarikh (sejarah islam), Al-Quran, akhlak dan ketauhidan. Pengaplikasian dari berbagai cabang ilmu agama islam itu dapat menggunakan metode yang bervariasi pula. Misalnya dalam buku Fathul Mujib dan Nailur Rahmawati dijelaskan bahwa metode penerapan pembelajaran edutainment matapelajaran PAI dapat berupa langkah-langkah sebagai berikut:
a. Tujuan
Melatih audio-visual siswa, dapat memiliki pemahaman dan mampu mepresentasikan apa yang telah dilihat
b. Alat yang diperlukan
Lcd, laptop, dan film kartun yang durasi pendek sesuai dengan materi pembelajaran yang akan dilaksanakan, contohnya bab thaharah
c. Cara bermainnya
1) Guru membentuk tiga kelompok dan menyediakan kertas kosong untuk menulis nama kelompok dan tugasnya
2) Guru menuliskan tugas pada lipatan pesawat kertas, kemudian melemparkannya di kelas. Siapa yang dapat maka kelompoknya membaca tugas tersebut
3) Setiap kelompok mempresentasikan hasil yang telah didapat melalui film kartun
4) Setiap kelompok memberikan pertanyaan kepada kelompok rival disesuaikan dengan tugas yang didapat dari Guru
5) Jika tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar maka satu kelompok harus dihukum. Misalnya, bernyanyi, pantomim, berjalan layaknya hewan, dan lain sebagainya hukuman diberikan kesepakatan kelas.

Pentingnya Pendidikan Kewirausahaan/Edupreneurship          
Istilah Edupreneurship terdiri dari dua kata Education yang berarti pendidikan dan enterpreneurship yang kewirausahaan atau kewiraswastaanenterpreneurship juga berasal dari bahasa Perancis entreprendre yang berarti wira usaha/kewirausahaan yang juga diartikan sebagai entreprise yang berarti menyambut tantangan,[10]. Bisa dikatakan edupreneurship adalah pendidikan yang mencetak peserta didik yang kreatif inovatif, pencipta peluang yang handal, dan pemberani melangkah menyambut tantangan kehidupan. Menurut Kemendiknas kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan sangat bernilai dan berguna baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.[11] Menurut Potter, Key role of entrepreneurial education is to create momentum for change; development starts in small steps, as others follow and momentum grows.[12] (Peran kunci pendidikan kewirausahaan adalah menciptakan momentum untuk perubahan; pembangunan dimulai pada langkah-langkah kecil, yang lain mengikuti dan momentum tumbuh). Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa pendidikan kewirausahaan dimanfaatkan sebagai momentum awal menciptakan lulusan yang berjiwa wirausaha melalui pembentukan pola pikir (mindset) dan jiwa (spirit) menjadi pengusaha.
Prof Disman PD I FPEB UPI Pendidikan adalah untuk menjawab perubahan 5 tahun, 10 tahun mendatang. Pendidikan adalah membentuk peserta didik mandiri melalui pola pikir serta pemberian kompetensi dan skill. Jadi dalam pendidikan kewirausahaan akan mengembangkan peserta didik berprilaku entrepreneur dan menjawab tantangan masa depan[13].
Mengapa edupreneur / pendidikan kewirausahaan menjadi penting? Dalam realitanya kehidupan begitu keras, sehingga siapapun yang tidak cerdas, tidak trampil, tidak tangguh, tidak kreatif inovatif akan tergilas kereta kehidupan. Tetapi apa yang terjadi di Indonesia dari jumlah penduduk sekitar 250 juta terjadi pengangguran yang cukup besar, meskipun sejak tahun 2011 sampai 2013 bahkan sampai Februari 2015 terjadi penurunan jumlah pengangguran.

Tingkat Pengangguran Terbuka Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
2011
2012
2013
Tidak/belum pernah sekolah
190.370
82.411
109.865
Belum/ tidak tamat SD
686.895
503.379
513.534
SD
1.120.090
1.449.508
1.421.653
SLTP
1.890.755
1.701.294
1.822.395
SLTA Umum ( SMA dan MA)
2.042.629
1.832.109
1.841.545
SLTA Kejuruan/ SMK
1.032.317
1.041.265
847.052
Diploma I, II, III/ akademi
244.687
196.780
192.762
Universitas
492.343
438.210
421.717
Total
7.700.086
7.244.956
7.170.523

Adapun data Angkatan kerja Indonesia pada Februari 2015 sebanyak 128,3 juta orang, bertambah sebanyak 6,4 juta orang dibanding Agustus 2014 atau bertambah sebanyak 3,0 juta orang dibanding Februari 2014. Penduduk bekerja pada Februari 2015 sebanyak 120,8 juta orang, bertambah 6,2 juta orang dibanding keadaan Agustus 2014 atau bertambah 2,7 juta orang dibanding keadaan Februari 2014. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2015 sebesar 5,81 persen menurun dibanding TPT Agustus 2014 (5,94 persen), dan meningkat dibandingkan TPT Februari 2014 (5,70 persen). Selama setahun terakhir (Februari 2014–Februari 2015) kenaikan penyerapan tenaga kerja terjadi terutama di Sektor Industri sebanyak 1,0 juta orang (6,43 persen), Sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 930 ribu orang (5,03 persen), dan Sektor Perdagangan sebanyak 840 ribu orang (3,25 persen). Penduduk bekerja di atas 35 jam per minggu (pekerja penuh) pada Februari 2015 sebanyak 85,2 juta orang (70,48 persen), sedangkan penduduk yang bekerja kurang dari 15 jam per minggu sebanyak 7,5 juta orang (6,24 persen). Pada Februari 2015, penduduk bekerja masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD ke bawah sebesar 45,19 persen, sementara penduduk bekerja dengan pendidikan Sarjana ke atas hanya sebesar 8,29 persen.
Sumberdaya manusia Indonesia masih memiliki berbagai kelemahan dan sering berada pada posisi yang lebih rendah dibandingkan negara lain. Salah satu contoh situasi ini ditunjukkan oleh rata-rata income penduduk negara Indonesia di antara beberapa negara Asia yang tertera pada tabel Pendapatan per-kapita Penduduk Negara Asia di bawah ini:

Pendapatan per-kapita Penduduk Negara Asia COUNTRY
Mean years of schooling
Duration of Compulsory Education
GNI per capita (USD/year)
Indonesia
5,8
9
3.716
India
4,4
9
3.468
Singapore
8,8
6
52.569
Malaysia
9,5
9
13.685
Philippines
8,9
7
3.478
Japan
11,6
9
32.295
Korea
11,6
9
28.230
China
7,5
9
7.476
Thailand
6,6
9
7.694
Ket: GNI (Gross National Income)
Sumber: Dit PSMK (2014)
Rata-rata pendapatan penduduk Indonesia berada jauh di bawah negara tetangga Malaysia dan Singapura, tetapi masih berada di atas negara Philiphina dan India. Lama sekolah ternyata cukup berpengaruh terhadap pendapatan penduduk. Di Singapura, wajib belajar hanya ditetapkan 6 tahun, tetapi durasi waktu sekolah yang ditempuh penduduk Singapura lebih panjang daripada waktu belajar yang diwajibkan. Durasi waktu sekolah negara Indonesia dan India masih berada di bawah durasi waktu wajib belajar. Income perkapita negara Singapura 52.569 USD/tahun sementara itu Indonesia hanya 3.716 USD/tahun masih sedikit lebih tinggi dari India.
Lembaga pendidikan unggul diharapkan mampu memberdayakan peserta didik agar mereka memperoleh sukses di kemudian hari. Untuk memperoleh sukses tersebut, pendidikan diharapkan mampu membekali peserta didiknya supaya memiliki kepekaan sosial untuk menembus sektor bisnis dan membawa perubahan. Sistem manajemen eduprenership diharapkan mampu menghasilkan calon orang-orang yang akan sukses. Di sisi lain, membangun edupreuneur saat ini juga diharapkan mampu memakmurkan lembaga pendidikan tanpa membebani orang tua dan pemerintah.
Langkah awal pengembangan edupreneurship adalah menyiapkan guru yang mampu membimbing siswa agar mereka memiliki jiwa entrepreneur/teacherpreneur. Jika sumberdaya guru sudah siap, kebijakan peningkatan mutu dan budaya edupreneurship akan mendapat dukungan. Edupreneurship membutuhkan dukungan dari pendidik yang memiliki jiwa teacherpreneur. Pendidik yang memiliki jiwa teacherpreuner adalah pendidik yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan, menguasai banyak strategi mengajar yang inovatif, mempunyai gagasan dan strategi agar sekolah dapat meraih sukses yang tinggi, memiliki keterampilan dan komitmen untuk menyebarluaskan keahliannya kepada orang lain. Teacherpreuner merupakan bagian dari profesi yang melekat pada guru untuk mengembangkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak dimasa depan.
Teacherpreneur adalah seorang guru atau dosen yang sangat famililier dengan masalah di bidang pendidikan. Mereka menggunakan kompetensinya (pengetahuan, keterampilan, sikap dan keahlian) untuk mengelola sebuah usaha mengatasi masalah pendidikan agar peserta didiknya memperoleh hasil akademik yang lebih baik. Teacherpreneurs adalah individu yang berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui kegiatan berikut: (a) innovation, (b) leadership; (c) publishing; (d) policy; (e) research dan (f) entrepreneurship.[14]
Adapun nilai-nilai kewirausahaan yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran diantaranya: mandiri, kreatif, berani mengambil resiko, berorientasi pada tindakan, kepemimpinan, kerja keras, jujur, disiplin, inovatif, tanggung jawab, kerja sama, pantang menyerah/ulet, komitmen, realistis, rasa ingin tahu, komunikatif, motivasi kuat untuk sukses.[15] Nilai-nilai ini dapat dikatakan benih-benih jiwa enterpreneur. Ternyata nilai-nilai ini telah masuk dalam RPP para guru tetapi selama ini diakui memang Sekolah Menengah Kejuruan menjadi andalan dalam wujud aplikatif edupreneurship.
Aplikasi internalisasi nilai-nilai dapat dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.[16] Pada tahap perencanaan misalnya, ditambahkan pada tujuan pembelajaran nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan, sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Pada tahap pelaksanaan, tinggal diaplikasikan digabungkan dengan teori-teori edutainment yang ada sesuai kondisi, contohnya pemberian tugas-tugas mandiri. Pada tahap evaluasi, bisa diterapkan dengan evaluasi diri sendiri tiap peserta didik dari berbagai sisi dan usaha bagaimana memperbaiki yang dirasa kurang.
Oleh karena itu harmonisasi edutainment dan edupreneur perlu ada karena dengan edutainment tujuan sukses dalam proses belajar dapat tercapai, dan dengan edupreneur tujuan akhir pendidikan dapat diwujudkan. Harmonisasi itu berjalan jika nilai-nilai entertainment dan enterpreneur menyatu bersama dalam pembelajaran.

C.  PENUTUP
Konsep dasar edutainment, berupaya agar pembelajaran yang terjadi berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan, mengandung unsur hiburan, bebas dari tekanan sehingga proses belajar menjadi rilek, dengan memperhatikan, menghargai segala potensi dan gaya belajar peserta didik serta menggunakan teori-teori atau fasilitas-fasilitas yang mendukung. Edutainment menjadi penting karena bertujuan membangun curisity (keingintahuan) peserta didik terhadap ilmu / pelajaran yang sedang dipelajari. Terbangunnya curisity seorang adalah pintu pengetahuan dan sekaligus awal keberhasilan pendidikan. Ada beberapa teori-teori belajar yang di dalamnya terkandung nilai-nilai edutainment seperti:
a. Teori Belajar Akselerasi (The Accelerated Learning Theory).
b. Teori Belajar Akselerasi (The Accelerated Learning Theory).
c. Teori Revolusi Belajar (The Learning Revolution Theory).
d. Teori Belajar Quantum (Quantum Learning Theory).
e. Teori Belajar dengan Bekerjasama (Cooperatif Learning).
f. Memanusiakan Ruang Kelas (Humanizing the classroom)
segala aplikasi teori-teori tersebut dalam pendidikan/pembelajaran berarti telah menerapkan edutainment dalam pendidikan.
            Edupreneurship adalah pendidikan yang mencetak peserta didik yang kreatif inovatif, pencipta peluang yang handal, dan pemberani melangkah menyambut tantangan kehidupan. Mengapa edupreneur / pendidikan kewirausahaan menjadi penting? Dalam realitanya kehidupan begitu keras, sehingga siapapun yang tidak memiliki nilai-nilai kewirausahaan dapat tergilas kereta kehidupan.
            Adapun nilai-nilai kewirausahaan yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran diantaranya: mandiri, kreatif, berani mengambil resiko, berorientasi pada tindakan, kepemimpinan, kerja keras, jujur, disiplin, inovatif, tanggung jawab, kerja sama, pantang menyerah/ulet, komitmen, realistis, rasa ingin tahu, komunikatif, motivasi kuat untuk sukses. Langkah awal pengembangan edupreneurship adalah menyiapkan guru yang mampu membimbing siswa agar mereka memiliki jiwa entrepreneur/teacherpreneur Oleh karena itu harmonisasi edutainment dan edupreneur perlu ada karena dengan edutainment tujuan sukses dalam proses belajar dapat tercapai, dan dengan edupreneur tujuan akhir pendidikan dapat diwujudkan. Harmonisasi itu berjalan jika nilai-nilai entertainment dan enterpreneur menyatu bersama dalam perencanaan, proses, dan evaluasi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Wibowo, Agus,  Pendidikan Kewirausahaan; Konsep dan Strategi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011
Fadhilah, Pendidikan Entrepreneurship Berbasis islam dan Kearifan Lokal, Jakarta: DIadit Media Press, 2011
Hamruni, Edutainment dalam Pendidikan Islam & Teori-Teori Pembelajaran Quantum, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2009
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan; Bahan Pelatihan Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan, Jakarta:Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010
Silberman, Melvin L., Active Learning; 101 Strategies to Teach Any Subject (terj), Yogyakarta: Yappendis, 2002
Roqib, Ilmu Pendidikan Islam pendidikan integratif di sekolah, keluarga, dan masyarakat, Yogyakarta: LKIS, 2009
Sutrisno, Manajemen Keuangan Teori Konsep dan Aplikasi, Yogyakarta: Ekonosia, 2005
UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003; Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Jogjakarta: Media Wacana Press, 2003
Kkohl. Edublogs.org (26 Januari 2014) Welcome to Teacherpreneurship! Provided by WPMU DEV -The WordPress Experts


[1] UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003; Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Jogjakarta: Media Wacana Press, hal. 9
[2] Dalam buku Quantum Learning dipaparkan 3 modalitas belajar seseorang yaitu : “modalitas visual, auditori atau kinestetik (V-A-K). Walaupun masing-masing dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modlaitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya”.
[3] Confusius adalah seorang bangsawan kuno berkebangsaan Tiongkok, berasal dari nama latin K’ung Futse. Ia dilahirkan di negara Lu pada tahun 551 SM. Confusius dapat dikatakan sebagai seseorang yang berhasil dalam menangani bidang pendidikan sehingga ia mendapat sebutan sebagai guru. Lihat http://konfusiani.blogspot.co.id/2009/11/konsep-manusia-ideal-menurut-confucius.html
[4] Dr. Melvin L. Silberman adalah profesor dalam bidang psikologi pendidikan pada Universitas Tempel, penulis buku Active Learning; 101 Strategies to Teach Any Subject
[5] Melvin L. Silberman, Active Learning; 101 Strategies to Teach Any Subject (terj), Yogyakarta: Yappendis, 2002 hal. 1-2
[6] Sutrisno, Manajemen Keuangan Teori Konsep dan Aplikasi, Yogyakarta: Ekonosia, 2005, hal. 31
[7] Roqib, Ilmu Pendidikan Islam pendidikan integratif di sekolah, keluarga, dan masyarakat, Yogyakarta: LKIS, 2009, hal. 107
[8] Hamruni, Edutainment dalam Pendidikan Islam & Teori-Teori Pembelajaran Quantum, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2009, hal. 42
[9] Hamruni, Op.Cit., hal. 118

[10] Fadhilah, Pendidikan Entrepreneurship Berbasis islam dan Kearifan Lokal, Jakarta:DIadit Media Press, 2011, hal. 75
[11] Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan; Bahan Pelatihan Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan, Jakarta:Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010, hal.15
[12] Potter, J.. Entrepreneurship and higher education. Paris: OECD, 2008, hal. 182
[14] Kkohl. Edublogs.org (26 Januari 2014) Welcome to Teacherpreneurship! Provided by WPMU DEV -The WordPress Experts
[15] Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas),Op.Cit.,, hal.10-11
[16] Agus Wibowo, Pendidikan Kewirausahaan; Konsep dan Strategi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hal. 62 

No comments:

Post a Comment

MONGGO KOMENTARIPUN, KANGMAS LAN MBAK AYU