Disampaikan oleh Jajang Mulyana
I.
PENDAHULUAN
Diutusnya seorang Rosul ke dunia sebagai rahmatan lil alamin adalah
manifestasi sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang di mana manusia sebagai
Khalifah di dunia yang tak lepas dari sifat jahil dengan segala keterbatasannya
memerlukan hidayah dan taufik dalam mengelola dunia ini hingga keterjatuhan
manusia pada dehumanisasi bisa dijaga dan di selamatkan.
Islam sebagai misi Risalah yang di bawa Nabi Muhammad
Shallahu’alaihi wasallam menjadi pegangan utama di sepanjang zaman yang harus
diaplikasikan dalam kehidupan detail manusia memerlukan penjabaran hingga dapat
dirasakan sebagai rahmatan lil’alamin. Hal ini menjadi dorongan utama dalam menggali
dan mencari yang di sebut ilmu dan penemuan baru melalui pembelajaran dan
pendidikan.
Tujuan pendidikan agama Islam adalah terbentuknya manusia yang
beriman, cerdas, kreatif, dan memiliki keluhuran budhi. Tugas utama pendidikan
adalah upaya secara sadar untuk mengantarkan manusia pada cita-cita tersebut,
Jika upaya pendidikan mengalami kegagalan dalam mengantarkan manusia kearah
cita-cita manusiawi yang bersandar pada nilai-nilai ke-Tuhanan, maka yang akan
terjadi adalah tumbuhnya prilaku-prilaku negatif dan destruktif, seperti
kekerasan, radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme, juga ketidakpedulian
sosial, yang semuanya itu mengakibatkan penderitaan semesta.
Berbagai prilaku-prilaku destruktif tersebut, yang sering muncul
dinegara Indonesia, merupakan akibat dari belum munculnya pribadi-pribadi
cerdas, kreatif, dan berbudi luhur. Kecerdasan dan kearifan yang bersumber pada
daya kritis atas nilai diri dan sosial, sehingga mampu memberikan sinaran yang
selalu tumbuh terhadap kepedulian pada sesama.
Dalam konteks inilah, pendidikan agama Islam sebagai salah satu
media penyadaran umat, dihadapkan pada problem begaimana mengembangkan sebuah
pola pendidikan yang transformative, sebuah pola pendidikan yang mampu
memberikan pemahaman dan transformasi pembelajaran yang tidak saja bertumpu
pada transfer pengetahuan saja, tetapi juga transef nilai. Pendidikan
transformative juga menegasikan akan pola pembelajaran yang hanya berpusat pada
guru (teacher centerd), tetapi lebih pada pola pembelajaran yang memberikan
“ruang” bagi peserta didik untuk lebih mengaktualisasikan potensi akademisnya secara maksimal.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
begaimana
mengembangkan sebuah pola Pembelajaran Islam yang transformative?
2.
Paradigma apa yang paling tepat untuk
transformatif dalam Pembelajaran Islam
3.
Bagaimana
Pola Pelaksanaan Pendidikan Kritis Transformatif ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Epistemologi
Epistemologi
berasal dari akar kata episteme berarti pengetahuan dan epistemologi adalah
ilmu yang membahas tentang apa pengetahuan dan bagaimana memperoleh pengetahuan
Epistemologi
juga bisa berarti ilmu filsafat tentang pengetahuan atau filsafat
pengetahuan.
Dari pengertian
diatas epistemologi erat kaitannya dengan masalah-masalah berikut ini:
a.
Filsafat yaitu sebagai ilmu berusaha mencari
hakekat dan kebenaran pengetahuan.
b.
Metode yaitu sebagai metode bertujuan
mengantarkan manusia untuk memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.
c.
Sistem yaitu sebagai suatu sistem bertujuan
memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.
B.
Kriteria Kebenaran Dalam Epistemologi Islam
Pengertian ilmu pengetahuan sebenarnya dari satu kata bahasa arab yaitu ilmu
yang berarti pengetahuan yang dibahasa inggriskan menjadi knowledge dan science.
Akan tetapi kata science selanjutnya digunakan untuk istilah pengetahuan yang lebih
mendalam dan pengetahuan secara radikal tentang hakikat sesuatu.
Dalam ajaran
Islam ilmu bukan hanya sebatas masalah-masalah empiris akan tetapi termasuk
masalah imaniyah non empiris karena keimanan lahir setelah adanya mukjizat yang
menjadi penyebab diterimanya risalah yang di bawa para Rosul.
Firman Allah SWT:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ
لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
Maka ketahuilah, bahwa
sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah
ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal[1]
Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya memasukkan ayat tersebut pada bab Al Ilmu Qablal
qaul wal amal (ilmu sebelum bicara dan berbuat). Ini menunjukkan bahwa keimanan
seseorang mengenai adanya Tuhan hingga mewujudkan perbaikan-perbaikan pada semua tatanan kehidupan adalah setelah
adanya ilmu.[2]
Dalam kajian
epistemologi Islam dijumpai beberapa teori tentang kebenaran suatu ilmu:
a.
Teori Korespondensi
Menurut teori ini suatu posisi atau pengertian
itu benar adalah apabila terdapat suatu fakta bersesuaian, yang beralasan
dengan realitas, yang serasi dengan situasi actual, maka kebenaran adalah
sesuai fakta dan sesuatu yang selaras dengan situasi akal yang diberinya
interpretasi.
b.
Teori Konsistensi
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan (judgement) dengan suatu yang lain yaitu fakta
atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan
kata lain, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan-putusan yang baik
dengan putusan lainnya yang telah kita ketahui dan diakui benar terlebih
dahulu, jadi sesuatu itu benar, hubungan itu saling berhubungan dengan
kebenaran sebelumnya.
c.
Teori Pragmatis
Teori ini mengemukakan benar tidaknya suatu
ucapan, dalil atau semata-mata tergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan,
dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk berfaedah dalam kehidupannya.
C.
Transformatif
Dalam Pembelajaran Islam
Ilmu dalam terminologi bahasa inggris disebut science terbatas
hanya masalah-masalah empiris mencakup ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui
hasil siklus deduksi, induksi, verifikasi dan validasi yang berkesinambungan.
Maka ilmu (science) bisa diartikan: ilmu yang telah teruji kebenarannya secara
empiris, sistematis, di dasarkan pada observasi, konsepsional dan rasional.
Bisa juga diartikan produk kegiatan pengumpulan pengetahuan manusia dengan
melalui penggunaan rasionya hingga menjadi suatu bentuk yang teratur.
Pembelajaran transformatif pada dasarnya adalah model pembelajaran
yang bersifat kooperatif. Memberikan ruang pada segenap kemampuan peserta didik
menuju proses berpikir yang lebih bebas dan kreatif. Sebuah model pendidikan
yang menghargai potensi yang ada pada setiap individu-indvidu anak didik.
Bentuk pendidikan yang memiliki arah dan tujuan keluar dari kemelut dan
problematika internal maupun eksternal yang dihadapi oleh dunia pendidikan.
Dalam pembelajaran
transformatif, ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang dikomunikasikan oleh makna
narasi atau yang disebut dengan grand narasi. Grand narasi adalah sesuatu yang
diklaim sebagai suatu teori yang dapat menjelaskan segala sesuatunya. Konsep pembelajaran
seperti ini akan membentuk peserta didik sebagai subjek yang akan menentang
adanya struktur hierarki ilmu pengetahuan.
Transformatif Pembelajaran dalam Islam memiliki visi mengubah
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern yang tatap dalam khittah ajaran
Islam yang sebenarnya. Tugas pendidikan adalah mengubah peradaban masyarakat,
khususnya dalam “menanamkan” dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta etika, estetika dan perubahan’ ke dalam sistem sosial masyarakat sesuai
dengan tuntutan perkembangan jaman tanpa harus kehilangan jati diri sebagai umat
Islam. Pendidikan diharapkan menghantarkan umat Islam menjadi umat modern yang
sarat dengan IPTEK, etika, estetika dan kepribadian yang unggul yang tidak
meningalkan landasan Islam. Proses tersebut sudah barang tentu perlu ditunjang
oleh investasi berupa pernyataan teknologi dengan modul ke dalam sistem sosial
masyarakat. Sementara itu, masyarakat yang secara bertahap berubah menjadi
berperadaban modern (sarat IPTEK, etika, estetika, dan kepribadian yang unggul)
dapat menjadi umpan balik bagi pengembangan sistem pendidikan Islam yang
bermutu.
Dalam kehidupan Manusia masalah pendidikan sangat vital dan urgen
untuk sebuah perdaban. Jadi pendidikan harus dinamis dan transformatif dalam
rangka menuju masa depan kehidupan manusia yang lebih baik. Pendidikan
transformatif adalah sebuah pendidikan yang tardisional menuju pendidikan yang
moderen. Jadi pendidikan seperti ini
akan selalu efektif dalam keadaan apapun.
Maka mempelajari sebuah format pendidikan yang trasnformatif perlu
dilakukan demi menciptakan sebuah iklim intelektual yang kritis dikalangan umat
muslim dan peka serta kontekstual terhadap tantangan zaman. Ideologisasi
melalui pendidikan Islam juga harus senantiasa berlandaskan pada kesadaran
ketuhanan sebagai realitas tertinggi tujuan hidup manusia agar tercipta pribadi
dengan kematangan dan keselarasan antara intelektualitas dan spiritualitas
Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin canggih hingga semakin jauhnya manusia dari ajaran agama yang sebenarnya dan nilai-nilai
akhlaq yang mulya maka sangat diperlukan adanya transformasi pembelajaran Islam
di lingkungan pendidikan.
Transformasi dalam pembelajaran Islam semakin lama semakin
kontroversial hingga memerlukan energi baru dari kalangan para guru mujtahid
yang mujahid dan kritis hingga sains ayat-ayat kauniah bersinergi kembali
dengan ayat-ayat qauliyah.
Asumsi ini sesuai dengan firman Alloh SWT:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَق
Artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”.[3]
Perintah
(Iqra) membaca dalam arti mencari ilmu tidak bisa dilepaskan dari perintah
menghubungkannya dengan nama Tuhan atau agama yang sebenarnya.
Dalam memengembalikan manusia yang mengalami
dehumanisasi karena sistem, tradisi dan struktur kekuaaan yang salah menjadi
insan kamil maka Pembelajaran dan Pendidikan Islam menjadi Transformatif pembelajaran
Islam merupakan pilar utama untuk melakukan perubahan sosial dimana pendidikan
formal ataupun non formal yang selalu melegitimasi sistem sosial atau struktur
yang berkuasa dapat digerakkan dan
dikritisi ke arah yang lebih baik, benar dan sesuai dengan tujuan ajaran Islam
melalui perangkat ideologis, paradigmatik dan teori pendidikan seperti
kurikulum, metode serta peraksis pendidikan.
Paradigma pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi paradigma
konservatif, paradigma liberal dan paradigma kritis.
Paradigma konservatif cenderung mempertahankan tradisi yang ada
karena menganggap bahwa kebiasaan, keadaan dan tradisi
suatu masyarakat ditentukan oleh faktor alamiah dan faktor ilahiyah yang tidak
mungkin bisa dirubah, digerakkan dan dikritisi termasuk dengan pendidikan
sekalipun yang mengakibatkan kebiasaan, keadaan dan tradisi yang salah dan
menghinakan manusia (dehumanisasi) atau kesalahan dalam perspektif akhlaq Islam
terlanggengkan.
Sementara paradigma liberal lebih menekankan adanya perubahan yang
harus disesuaikan dengan gejala masyarakat, kondisi
ekonomi dan politik di luar pendidikan. Hal inipun sama dengan paradigma
konservatif karena gejala masyarakat, kondisi ekonomi dan politik bisa berada
pada jalur yang tidak sesuai denga fitrah manusia seutuhnya dan akan meredusir
arah kebaikan.
Paradigma konservatif dan paradigma liberal
lebih cenderung mengikuti nasib dan keadaan suatu masyarakat yang sangat
berbeda dengan paradigma kritis.
Paradigma kritis merupakan paradigma transformatif karena perubahan
ke arah yang baik dan benar merupakan karakteristiknya
bukan hanya sebatas perubahan yang disesuaikan dengan nasib dan keadaan dan
tidak mempertahankan tradisi yang ada.
Paradigma kritis menjadi piranti dasar dalam transformasi
pembelajaran Islam yang konsekwensinya mewujudkan
metodologis pendidikan, kurikulum, materi dan bahan ajar yang bervisi perubahan
sosial pada arah yang lebih baik dan benar.
Secara implisit telah di sampaikan dalam Al-Qur’an bahwa
karakteristik manusia bermacam-macam dari segi
konservatif, liberal sampai pada yang kritis. Dan Alloh memilih kaum kritis
sebagai kaum yang lebih besar peluang bisa menyelamatkan diri terutama untuk
kehidupan di akhirat nanti.
Firman Alloh SWT:
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih
di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri
mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka
ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin
Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.[4]
Tentang tiga golongan umat dalam ayat ini yaitu Dzalimun linafsih,
Muqtashid dan Sabiqun bil Khairat para ulama sedikit berbeda dalam
menafsirkannya dan berikut saya paparkan beberapa pandangan ulama mengenai tiga
golongan tersebut.
Imsm At
Thabathabaiy bepandangan bahwa ahli warits Kitab adalah umat Islam yang
mengetahui pada Kitab atau
ahli Al-Qur’an dan hafal padanya. Dan yang dimaksud Dzalimun linafsih
(menganiyana diri sendiri) adalah umat Islam yang ahli al-Qur’an tapi melakukan
kesalahan-kesalahan sedangkan yang dimaksud dengan muqtashid adalah yang moderat
yang berada di jalan tengah. Maka Sabiqun bil khoirat adalah umat Islam yang memiliki
derajat melebihi dzalimun linafsih dan muqtashid karena kebaikan yang
dilakukannya dan selangkah lebih maju dengan izin Alloh di depan yang lainnya
sebagaimana firmanAlloh SWT:
وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُون أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ
فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman paling dahulu. Mereka itulah
yang didekatkan kepada Allah Berada dalam jannah kenikmatan”.[5]
Begitu pula Imam Ibnu Jarir At Tabari dalam tafsirnya Jamiul bayan berpandangan bahwa Dzalimun linafsih adalah Ashabul Mas’amah
(penghuni neraka) sedangkan yang dimaksud dengan Muqtshid adalah Ashabul
Maimanah (penghuni surga). Maka Sabiqun bilkhairat adalah yang lebih utama dari
semua manusia (Muqarrabun). Dari sini Ibnu Jari ada sedikit perbedaan dengan At
Thaba-thabaiy dimana yang menempati neraka hanya Dzalimun linafsih karena
mereka adalah orang-orang munafiq.
Sedangkan Muqtasid dan Sabiqun Bil Khairat adalah penghuni surga.[6]
Dzalimun linafsih adalah yang menganiyaya dirinya dengan melakukan
kesalahan-kesalahan, menjalani kemaksiatan-kemaksiatan dan melaksanakan
kekejian-kekejian. Muqtashid adalah yang melaksanakan
ketaatan pada Tuhannya tapi dalam mengabdi pada Tuhannya bukan sebagai mujtahid
hingga amal yang dilakukannya itu pertengahan. Sedangkan pengabdian Sabiqun bil
kharat pada Tuannya dengan melakukan ijtihad serta menunaikan kewajiban dengan
semestinya hingga mereka lebih dahulu dalam melakukan amal sholih[7]
Berbeda dengan
tafsir Al Jawahir dimana Imam Ats Tsa’laby mendefinisikan Dzalimun linafsih
adalah yang bermaksiat hingga melewati batas sedangkan Muqtshid adalah yang menjauhi kesalahan-kesalahan besar
dan ini dilakukan oleh kebanyakan umat. Adapun Sabiqun bil khairat adalah yang
menjauhi kesalahan-kesalahan secara keseluruhan. Sa’labi berpandangan ketiga
golongan ini ada dalam surga.[8]
Ketiga golongan tersebut di tanggapi lain oleh fakhrurrozi dan
najmuddurar dimana dzolimun linafsih adalah orang-orang melakukan perbuatan
melewati batas kewajaran atu sebaliknya yang tidak menyempurnakan sesuatu yang
seharusnya di sempurnakan hingga kesalahan-kelasalah
besar tak bisa dihindari dan ini adalah yang paling banyak. Muqtashid adalah
yang pertengahan dalam amal tanpa mencurahkan kesungguhan hanya saja menjauhi
kesalahan-kesalahan besar. Dan Sabiqun bilkhairat adalah orang-orang yang
melakukan semua pengabdian-pengabdian dan semua pengorbanan-pengorbanan serta
menyempurnakan kewajiban. Hal ini telah dicontokan oleh kaum Muhajir dan kaum Anshar
dan yang mengikuti mereka dengan kebaikan. Kata Al Hasan: “ Sabiqun Bil Khairat
itu adalah orang-orang yang kebaikannya lebih kuat sedangkan Muqtashid adalah
yang kebaikan dan kejelekannya seimbang dan Dzalimun linafsih adalah yang
kejelekannya lebih kuat.[9]
Meskipun berbeda-beda tapi benang merahnya dapat kita tarik
bahwa transformatif dalam pembelajaran
Islam memang harus melihat tiga faktor yang menjadi sesuai paradigma yang ada
pada masa kini dimana umat Islam terbagi dalam tiga kelompok di atas dengan
paradigma konservatif, liberal dan kritis.
Transformasi
pembelajaran Islam bertujuan membentuk manusia yang berakhlaqul karumah, mengabdi pada Yang Maha Kuasa, agama dan bangsa dengan
tatanan kehidupan yang lebih tertata, teratur dan berkeadilan. Maka umat yang
tengah mengalami kekangan secara struktural atau secara kultural dalam
kesalahan-kesalahan harus di kritisi dan diperbaiki dengan cara menemukan
kembali standar akhlaqul karimah dan ajaran agama yang sebenarnya.
IV.
KESIMPULAN
Ada lima karakter Islam dalam transformasi pembelajaran, yaitu: Pertama, Islam tidak mengenal
adanya kompartementalisasi bidang-bidang kehidupan manusia karena bidang
keilmuan atau sains teknologi merupakan bagian intergral dalam ajaran Islam.
Kedua, Islam mengajarakan bahwa semua kegiatan kehidupan umat Islam hanya dipersembahkan
kepada Allah semata sebagaimana dalam firman Allah SWT:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.[10]
Ketiga, Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam sebagaimana firman
Allah SWT:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Maka ilmu dan teknologi dalam Islam harus commeted pada kebahagiaan
umat manusia dan kelestarian ekologi.
Keempat, ilmu dan teknologi boleh dikembangkan selama berlandaskan
pada etika, moralitas dan akhlaq yang mulya
Kelima, harus ada korelasi yang positif antara pengembangan ilmu
dan teknologi dengan peningkatan taqwa kepada Allah SWT.[12]
V.
DAFTAR PUSTAKA
Athabari, Ibnu Jarir, Jamiul Bayan, Bairut Libanon: Dar el
Fikr, 1426-1425-2005
Najmuddurar
fi tanasubilquran-dar al –kotob al ilmiyah libanon 2006
Fakhrurrozi
- Dar el fikr-Baerut-Libanon 1426-1425 H./ 2005 M.
Tafsir Ibnu Abi hatim Arrozy-Dar al –kotob al ilmiyah libanon 2006
Atthabathabaiy,
Almizan fi Tafsirilqur’an : -Bairut libanon 1997-1417
Tafir al Baidlawi dar al –kotob al ilmiyah libanon 2006
Al Kasyaf -Maktabah Mesir
Addurulmasnun -dar al –kotob al ilmiyah bairut libanon1994-1414
Shohih Bukhori
Al-Qur’an
Kamus Bahasa Indonesia
M. Amin Rais, Cakrawala Islam: Antara Cinta dan Fakta, Cet.
II, Mizan, Bandung, 1989
A. Hakim Nasoetion, Pengantar Filssafat sains, Pustaka
Litera Antar Nusa, Bogor, 1989
Mohamad Hatta, Pengantar ke jalan ilmu dan pengetahuan,
jakarta. 1954
Khoiron Rosyid, pendidikan profetik, pustaka pelajar 2004
Nurul Mubin, Poros Baru Pendidikan Islam Indonesia, LkiS
Yogyakarta 2008
[5] Al
Qur’an Surat Al Waqi’ah ayat 11
- Almizan fi tafsirilqur’an: Atthabathabaiy Zuz: 17 hal: 46 Bairut Libanon
1997/1417.
[8]
Aljawahir fii tafsiril qur’an Atssa’lby: Dar
al –kotob al ilmiyah beirut-libanon 1996/1416 hal:24 jilid: 3
[9] Najmuddurar fi tanasubilquran
Hal: 226 Juz: 6 dar al –kotob al ilmiyah libanon 2006 /Fakhrurrozi Jilid: 9
Hal: 22 Dar el fikr-Baerut-Libanon 1426-1425 H./ 2005 M.
[12] M. Amin Rais, Cakrawala
Islam: Antara Cinta dan Fakta, Cet. II, Mizan: Bandung, 1989, hal. 114-115
No comments:
Post a Comment
MONGGO KOMENTARIPUN, KANGMAS LAN MBAK AYU