Friday, October 23, 2015

Epistemologi Transformatif dalam Pembelajaran Islam

Disampaikan oleh Jajang Mulyana


I.                   PENDAHULUAN

Diutusnya seorang Rosul ke dunia sebagai rahmatan lil alamin adalah manifestasi sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang di mana manusia sebagai Khalifah di dunia yang tak lepas dari sifat jahil dengan segala keterbatasannya memerlukan hidayah dan taufik dalam mengelola dunia ini hingga keterjatuhan manusia pada dehumanisasi bisa dijaga dan di selamatkan.


Islam sebagai misi Risalah yang di bawa Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wasallam menjadi pegangan utama di sepanjang zaman yang harus diaplikasikan dalam kehidupan detail manusia memerlukan penjabaran hingga dapat dirasakan sebagai rahmatan lil’alamin. Hal ini menjadi dorongan utama dalam menggali dan mencari yang di sebut ilmu dan penemuan baru melalui pembelajaran dan pendidikan.
Tujuan pendidikan agama Islam adalah terbentuknya manusia yang beriman, cerdas, kreatif, dan memiliki keluhuran budhi. Tugas utama pendidikan adalah upaya secara sadar untuk mengantarkan manusia pada cita-cita tersebut, Jika upaya pendidikan mengalami kegagalan dalam mengantarkan manusia kearah cita-cita manusiawi yang bersandar pada nilai-nilai ke-Tuhanan, maka yang akan terjadi adalah tumbuhnya prilaku-prilaku negatif dan destruktif, seperti kekerasan, radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme, juga ketidakpedulian sosial, yang semuanya itu mengakibatkan penderitaan semesta.
Berbagai prilaku-prilaku destruktif tersebut, yang sering muncul dinegara Indonesia, merupakan akibat dari belum munculnya pribadi-pribadi cerdas, kreatif, dan berbudi luhur. Kecerdasan dan kearifan yang bersumber pada daya kritis atas nilai diri dan sosial, sehingga mampu memberikan sinaran yang selalu tumbuh terhadap kepedulian pada sesama.
Dalam konteks inilah, pendidikan agama Islam sebagai salah satu media penyadaran umat, dihadapkan pada problem begaimana mengembangkan sebuah pola pendidikan yang transformative, sebuah pola pendidikan yang mampu memberikan pemahaman dan transformasi pembelajaran yang tidak saja bertumpu pada transfer pengetahuan saja, tetapi juga transef nilai. Pendidikan transformative juga menegasikan akan pola pembelajaran yang hanya berpusat pada guru (teacher centerd), tetapi lebih pada pola pembelajaran yang memberikan “ruang” bagi peserta didik untuk lebih mengaktualisasikan potensi akademisnya secara maksimal.
II.                RUMUSAN MASALAH
1.        begaimana mengembangkan sebuah pola Pembelajaran Islam yang transformative?
2.        Paradigma apa yang paling tepat untuk transformatif dalam Pembelajaran Islam
3.        Bagaimana Pola Pelaksanaan Pendidikan Kritis Transformatif ?

III.             PEMBAHASAN
     A.    Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari akar kata episteme berarti pengetahuan dan epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang apa pengetahuan dan bagaimana memperoleh pengetahuan
Epistemologi juga bisa berarti ilmu filsafat tentang pengetahuan atau filsafat pengetahuan. 
Dari pengertian diatas epistemologi erat kaitannya dengan masalah-masalah berikut ini:
a.       Filsafat yaitu sebagai ilmu berusaha mencari hakekat dan kebenaran pengetahuan.
b.      Metode yaitu sebagai metode bertujuan mengantarkan manusia untuk memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.
c.       Sistem yaitu sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.

B.     Kriteria Kebenaran Dalam Epistemologi Islam
Pengertian ilmu pengetahuan sebenarnya dari satu kata bahasa arab yaitu ilmu yang berarti pengetahuan yang dibahasa inggriskan menjadi knowledge dan science. Akan tetapi kata science selanjutnya digunakan untuk istilah pengetahuan yang lebih mendalam dan pengetahuan secara radikal tentang hakikat sesuatu.
Dalam ajaran Islam ilmu bukan hanya sebatas masalah-masalah empiris akan tetapi termasuk masalah imaniyah non empiris karena keimanan lahir setelah adanya mukjizat yang menjadi penyebab diterimanya risalah yang di bawa para Rosul.
Firman Allah SWT:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
Maka  ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal[1]
Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya memasukkan ayat tersebut pada bab Al Ilmu Qablal qaul wal amal (ilmu sebelum bicara dan berbuat). Ini menunjukkan bahwa keimanan seseorang mengenai adanya Tuhan hingga mewujudkan perbaikan-perbaikan  pada semua tatanan kehidupan adalah setelah adanya ilmu.[2]
Dalam kajian epistemologi Islam dijumpai beberapa teori tentang kebenaran suatu ilmu:
a.       Teori Korespondensi
Menurut teori ini suatu posisi atau pengertian itu benar adalah apabila terdapat suatu fakta bersesuaian, yang beralasan dengan realitas, yang serasi dengan situasi actual, maka kebenaran adalah sesuai fakta dan sesuatu yang selaras dengan situasi akal yang diberinya interpretasi.
b.      Teori Konsistensi
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan suatu yang lain yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan-putusan yang baik dengan putusan lainnya yang telah kita ketahui dan diakui benar terlebih dahulu, jadi sesuatu itu benar, hubungan itu saling berhubungan dengan kebenaran sebelumnya.
c.       Teori Pragmatis
Teori ini mengemukakan benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau semata-mata tergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk berfaedah dalam kehidupannya.

     C.     Transformatif Dalam Pembelajaran Islam
Ilmu dalam terminologi bahasa inggris disebut science terbatas hanya masalah-masalah empiris mencakup ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui hasil siklus deduksi, induksi, verifikasi dan validasi yang berkesinambungan. Maka ilmu (science) bisa diartikan: ilmu yang telah teruji kebenarannya secara empiris, sistematis, di dasarkan pada observasi, konsepsional dan rasional. Bisa juga diartikan produk kegiatan pengumpulan pengetahuan manusia dengan melalui penggunaan rasionya hingga menjadi suatu bentuk yang teratur.
Pembelajaran transformatif pada dasarnya adalah model pembelajaran yang bersifat kooperatif. Memberikan ruang pada segenap kemampuan peserta didik menuju proses berpikir yang lebih bebas dan kreatif. Sebuah model pendidikan yang menghargai potensi yang ada pada setiap individu-indvidu anak didik. Bentuk pendidikan yang memiliki arah dan tujuan keluar dari kemelut dan problematika internal maupun eksternal yang dihadapi oleh dunia pendidikan.
Dalam pembelajaran transformatif, ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang dikomunikasikan oleh makna narasi atau yang disebut dengan grand narasi. Grand narasi adalah sesuatu yang diklaim sebagai suatu teori yang dapat menjelaskan segala sesuatunya. Konsep pembelajaran seperti ini akan membentuk peserta didik sebagai subjek yang akan menentang adanya struktur hierarki ilmu pengetahuan.
Transformatif Pembelajaran dalam Islam memiliki visi mengubah masyarakat tradisional menuju masyarakat modern yang tatap dalam khittah ajaran Islam yang sebenarnya. Tugas pendidikan adalah mengubah peradaban masyarakat, khususnya dalam “menanamkan” dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta etika, estetika dan perubahan’ ke dalam sistem sosial masyarakat sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman tanpa harus kehilangan jati diri sebagai umat Islam. Pendidikan diharapkan menghantarkan umat Islam menjadi umat modern yang sarat dengan IPTEK, etika, estetika dan kepribadian yang unggul yang tidak meningalkan landasan Islam. Proses tersebut sudah barang tentu perlu ditunjang oleh investasi berupa pernyataan teknologi dengan modul ke dalam sistem sosial masyarakat. Sementara itu, masyarakat yang secara bertahap berubah menjadi berperadaban modern (sarat IPTEK, etika, estetika, dan kepribadian yang unggul) dapat menjadi umpan balik bagi pengembangan sistem pendidikan Islam yang bermutu.
Dalam kehidupan Manusia masalah pendidikan sangat vital dan urgen untuk sebuah perdaban. Jadi pendidikan harus dinamis dan transformatif dalam rangka  menuju masa depan kehidupan manusia yang lebih baik. Pendidikan transformatif adalah sebuah pendidikan yang tardisional menuju pendidikan yang moderen.  Jadi pendidikan seperti ini akan selalu efektif dalam keadaan apapun.
Maka mempelajari sebuah format pendidikan yang trasnformatif perlu dilakukan demi menciptakan sebuah iklim intelektual yang kritis dikalangan umat muslim dan peka serta kontekstual terhadap tantangan zaman. Ideologisasi melalui pendidikan Islam juga harus senantiasa berlandaskan pada kesadaran ketuhanan sebagai realitas tertinggi tujuan hidup manusia agar tercipta pribadi dengan kematangan dan keselarasan antara intelektualitas dan spiritualitas
Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin canggih hingga semakin jauhnya manusia dari ajaran agama yang sebenarnya dan nilai-nilai akhlaq yang mulya maka sangat diperlukan adanya transformasi pembelajaran Islam di lingkungan pendidikan.
Transformasi dalam pembelajaran Islam semakin lama semakin kontroversial hingga memerlukan energi baru dari kalangan para guru mujtahid yang mujahid dan kritis hingga sains ayat-ayat kauniah bersinergi kembali dengan ayat-ayat qauliyah.
Asumsi ini sesuai dengan firman Alloh SWT:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَق
Artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”.[3]
Perintah (Iqra) membaca dalam arti mencari ilmu tidak bisa dilepaskan dari perintah menghubungkannya dengan nama Tuhan atau agama yang sebenarnya.
Dalam memengembalikan manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem, tradisi dan struktur kekuaaan yang salah menjadi insan kamil maka Pembelajaran dan Pendidikan Islam menjadi Transformatif pembelajaran Islam merupakan pilar utama untuk melakukan perubahan sosial dimana pendidikan formal ataupun non formal yang selalu melegitimasi sistem sosial atau struktur yang berkuasa  dapat digerakkan dan dikritisi ke arah yang lebih baik, benar dan sesuai dengan tujuan ajaran Islam melalui perangkat ideologis, paradigmatik dan teori pendidikan seperti kurikulum, metode serta peraksis pendidikan.
Paradigma pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi paradigma konservatif, paradigma liberal dan paradigma kritis.
Paradigma konservatif cenderung mempertahankan tradisi yang ada karena menganggap bahwa kebiasaan, keadaan dan tradisi suatu masyarakat ditentukan oleh faktor alamiah dan faktor ilahiyah yang tidak mungkin bisa dirubah, digerakkan dan dikritisi termasuk dengan pendidikan sekalipun yang mengakibatkan kebiasaan, keadaan dan tradisi yang salah dan menghinakan manusia (dehumanisasi) atau kesalahan dalam perspektif akhlaq Islam terlanggengkan.
Sementara paradigma liberal lebih menekankan adanya perubahan yang harus disesuaikan dengan gejala masyarakat, kondisi ekonomi dan politik di luar pendidikan. Hal inipun sama dengan paradigma konservatif karena gejala masyarakat, kondisi ekonomi dan politik bisa berada pada jalur yang tidak sesuai denga fitrah manusia seutuhnya dan akan meredusir arah kebaikan.
Paradigma konservatif dan paradigma liberal lebih cenderung mengikuti nasib dan keadaan suatu masyarakat yang sangat berbeda dengan paradigma kritis.
Paradigma kritis merupakan paradigma transformatif karena perubahan ke arah yang baik dan benar merupakan karakteristiknya bukan hanya sebatas perubahan yang disesuaikan dengan nasib dan keadaan dan tidak mempertahankan tradisi yang ada.
Paradigma kritis menjadi piranti dasar dalam transformasi pembelajaran Islam yang konsekwensinya mewujudkan metodologis pendidikan, kurikulum, materi dan bahan ajar yang bervisi perubahan sosial pada arah yang lebih baik dan benar.
Secara implisit telah di sampaikan dalam Al-Qur’an bahwa karakteristik manusia bermacam-macam dari segi konservatif, liberal sampai pada yang kritis. Dan Alloh memilih kaum kritis sebagai kaum yang lebih besar peluang bisa menyelamatkan diri terutama untuk kehidupan di akhirat nanti.
Firman Alloh SWT:
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.[4]
Tentang tiga golongan umat dalam ayat ini yaitu Dzalimun linafsih, Muqtashid dan Sabiqun bil Khairat para ulama sedikit berbeda dalam menafsirkannya dan berikut saya paparkan beberapa pandangan ulama mengenai tiga golongan tersebut.
Imsm At Thabathabaiy bepandangan bahwa ahli warits Kitab adalah umat Islam yang mengetahui pada Kitab atau ahli Al-Qur’an dan hafal padanya. Dan yang dimaksud Dzalimun linafsih (menganiyana diri sendiri) adalah umat Islam yang ahli al-Qur’an tapi melakukan kesalahan-kesalahan sedangkan yang dimaksud dengan muqtashid adalah yang moderat yang berada di jalan tengah. Maka Sabiqun bil khoirat adalah umat Islam yang memiliki derajat melebihi dzalimun linafsih dan muqtashid karena kebaikan yang dilakukannya dan selangkah lebih maju dengan izin Alloh di depan yang lainnya sebagaimana firmanAlloh SWT:
وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُون أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman paling dahulu. Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah Berada dalam jannah kenikmatan”.[5]
Begitu pula Imam Ibnu Jarir At Tabari dalam tafsirnya Jamiul bayan berpandangan bahwa Dzalimun linafsih adalah Ashabul Mas’amah (penghuni neraka) sedangkan yang dimaksud dengan Muqtshid adalah Ashabul Maimanah (penghuni surga). Maka Sabiqun bilkhairat adalah yang lebih utama dari semua manusia (Muqarrabun). Dari sini Ibnu Jari ada sedikit perbedaan dengan At Thaba-thabaiy dimana yang menempati neraka hanya Dzalimun linafsih karena mereka adalah orang-orang  munafiq. Sedangkan  Muqtasid  dan Sabiqun Bil Khairat adalah penghuni surga.[6]
Dzalimun linafsih adalah yang menganiyaya dirinya dengan melakukan kesalahan-kesalahan,  menjalani  kemaksiatan-kemaksiatan dan melaksanakan kekejian-kekejian. Muqtashid adalah yang melaksanakan ketaatan pada Tuhannya tapi dalam mengabdi pada Tuhannya bukan sebagai mujtahid hingga amal yang dilakukannya itu pertengahan. Sedangkan pengabdian Sabiqun bil kharat pada Tuannya dengan melakukan ijtihad serta menunaikan kewajiban dengan semestinya hingga mereka lebih dahulu dalam melakukan amal sholih[7]
Berbeda dengan tafsir Al Jawahir dimana Imam Ats Tsa’laby mendefinisikan Dzalimun linafsih adalah yang bermaksiat hingga melewati batas sedangkan Muqtshid adalah yang menjauhi kesalahan-kesalahan besar dan ini dilakukan oleh kebanyakan umat. Adapun Sabiqun bil khairat adalah yang menjauhi kesalahan-kesalahan secara keseluruhan. Sa’labi berpandangan ketiga golongan ini ada dalam surga.[8]
Ketiga golongan tersebut di tanggapi lain oleh fakhrurrozi dan najmuddurar dimana dzolimun linafsih adalah orang-orang melakukan perbuatan melewati batas kewajaran atu sebaliknya yang tidak menyempurnakan sesuatu yang seharusnya di sempurnakan hingga kesalahan-kelasalah besar tak bisa dihindari dan ini adalah yang paling banyak. Muqtashid adalah yang pertengahan dalam amal tanpa mencurahkan kesungguhan hanya saja menjauhi kesalahan-kesalahan besar. Dan Sabiqun bilkhairat adalah orang-orang yang melakukan semua pengabdian-pengabdian dan semua pengorbanan-pengorbanan serta menyempurnakan kewajiban. Hal ini telah dicontokan oleh kaum Muhajir dan kaum Anshar dan yang mengikuti mereka dengan kebaikan. Kata Al Hasan: “ Sabiqun Bil Khairat itu adalah orang-orang yang kebaikannya lebih kuat sedangkan Muqtashid adalah yang kebaikan dan kejelekannya seimbang dan Dzalimun linafsih adalah yang kejelekannya lebih kuat.[9]
Meskipun berbeda-beda tapi benang merahnya dapat kita tarik bahwa  transformatif dalam pembelajaran Islam memang harus melihat tiga faktor yang menjadi sesuai paradigma yang ada pada masa kini dimana umat Islam terbagi dalam tiga kelompok di atas dengan paradigma konservatif, liberal dan kritis.
Transformasi pembelajaran Islam bertujuan membentuk manusia yang berakhlaqul karumah, mengabdi pada Yang Maha Kuasa, agama dan bangsa dengan tatanan kehidupan yang lebih tertata, teratur dan berkeadilan. Maka umat yang tengah mengalami kekangan secara struktural atau secara kultural dalam kesalahan-kesalahan harus di kritisi dan diperbaiki dengan cara menemukan kembali standar akhlaqul karimah dan ajaran agama yang sebenarnya.

IV.             KESIMPULAN
Ada lima  karakter  Islam dalam transformasi pembelajaran, yaitu: Pertama, Islam tidak mengenal  adanya kompartementalisasi bidang-bidang kehidupan manusia karena bidang keilmuan atau sains teknologi merupakan bagian intergral dalam ajaran Islam. Kedua, Islam mengajarakan bahwa semua kegiatan kehidupan umat Islam hanya dipersembahkan kepada Allah semata sebagaimana dalam firman Allah SWT:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.[10]
Ketiga, Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam sebagaimana firman Allah SWT:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.[11]
Maka ilmu dan teknologi dalam Islam harus commeted pada kebahagiaan umat manusia dan kelestarian ekologi.
Keempat, ilmu dan teknologi boleh dikembangkan selama berlandaskan pada etika, moralitas dan akhlaq yang mulya
Kelima, harus ada korelasi yang positif antara pengembangan ilmu dan teknologi dengan peningkatan taqwa kepada Allah SWT.[12]

V.                DAFTAR PUSTAKA

Athabari, Ibnu Jarir, Jamiul Bayan, Bairut Libanon: Dar el Fikr,   1426-1425-2005

Najmuddurar fi tanasubilquran-dar al –kotob al ilmiyah libanon 2006
Fakhrurrozi - Dar el fikr-Baerut-Libanon 1426-1425 H./ 2005 M.
Tafsir Ibnu Abi hatim Arrozy-Dar al –kotob al ilmiyah libanon 2006
Atthabathabaiy, Almizan fi Tafsirilqur’an : -Bairut libanon 1997-1417
Tafir al Baidlawi dar al –kotob al ilmiyah libanon 2006
Al Kasyaf  -Maktabah Mesir
Addurulmasnun -dar al –kotob al ilmiyah bairut libanon1994-1414
Shohih Bukhori
Al-Qur’an
Kamus Bahasa Indonesia
M. Amin Rais, Cakrawala Islam: Antara Cinta dan Fakta, Cet. II, Mizan, Bandung, 1989
A. Hakim Nasoetion, Pengantar Filssafat sains, Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, 1989
Mohamad Hatta, Pengantar ke jalan ilmu dan pengetahuan, jakarta. 1954
Khoiron Rosyid, pendidikan profetik, pustaka pelajar 2004
Nurul Mubin, Poros Baru Pendidikan Islam Indonesia, LkiS Yogyakarta 2008


[1] Al-Qur’an Surat 47 (Muhammad) ayat 19
[2]
[3] Al-Qur;an Surat 96. Al 'Alaq ayat 1
[4] Al Qur’an Surat Faathir : 35
[5] Al Qur’an Surat Al Waqi’ah ayat 11 - Almizan fi tafsirilqur’an: Atthabathabaiy Zuz: 17 hal: 46 Bairut Libanon 1997/1417.
[6] Al Qur’an Surat Al Waqi’ah ayat 8-11
[7] Jamiul Bayan Ibnu Jarir Athabari: Juz: 22 Hal: 148, Bairut Libanon Dar el Fikr   1426-1425-2005
[8] Aljawahir fii tafsiril qur’an Atssa’lby: Dar al –kotob al ilmiyah beirut-libanon 1996/1416 hal:24 jilid: 3
[9] Najmuddurar fi tanasubilquran Hal: 226 Juz: 6 dar al –kotob al ilmiyah libanon 2006 /Fakhrurrozi Jilid: 9 Hal: 22 Dar el fikr-Baerut-Libanon 1426-1425 H./ 2005 M.

[10] Al-qur’an Surat 6. Al An'aam ayat 162
[11] Al-qur’an Surat 21. Al Anbiya ayat 107
[12] M. Amin Rais, Cakrawala Islam: Antara Cinta dan Fakta, Cet. II, Mizan: Bandung, 1989, hal. 114-115

No comments:

Post a Comment

MONGGO KOMENTARIPUN, KANGMAS LAN MBAK AYU