Friday, October 23, 2015

Filsafat Ilmu dan Penelitian Pendidikan Islam

Disampaikan oleh Fahri Istanto



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan merupakan kata yang padanya ditumpukan harapan dan tantangan. Mempersiapkan generasi masa depan yang unggul dimulai dengan menyediakan perangkat pendidikan yang menunjang, analisis kebutuhan, studi efektivitas, perumusan filosofi dasar dan masih banyak lagi merupakan hal-hal yang harus diadakan.


Kemudian istilah lain dari penelitian adalah riset. Riset berasal dari bahasa Inggris research, berasal dari kata re (kembali) dan search (mencari). Secara etimologi penelitian berarti “mencari kembali” yaitu mencari fakta-fakta baru yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah teori untuk memperdalam dan memperluas ilmu tertentu. Setiap ilmuan baik eksata maupun sosial dalam melakukan penelitian harus didasiri dengan adanya rasa keingintahuan.
Disamping itu agama Islam sebagai dustur normatif bagi pemeluknya juga memberikan panduan lengkap bagaimana seharusnya pendidikan itu dijalankan. Islam merupakan agama yang memberikan ide-ide pokok dalam setiap aspek kehidupan bagi pemeluknya. Terlebih mayoritas penduduk bangsa ini beragama Islam.
Filsafat ilmu bisa didefinisikan segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Dan dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia.
Dari sinilah tulisan ini berusaha untuk menelusuri korelasi antara filsafat dan filsafat ilmu serta kaitannya dengan penelitian pendidikan Islam.
B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Antara filsafat dan filsafat ilmu
b.      Apa itu penelitian pendidikan
c.       Filsafat ilmu dan penelitian pendidikan Islam
C.    TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan permasalahan ini adalah untuk menelusuri korelasi antara filsafat dan filsafat ilmu serta kaitannya dengan penelitian pendidikan Islam.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Filsafat dan Filsafat Ilmu
Berbagai pengertian filsafat telah banyak dikemukan oleh para ahlinya. Secara etimologis berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Yunani atau ada yang mengatakan dari bahasa Arab yaitu “falsafah” yang keseluhan artinya secara harfiah adalah cinta ilmu, hikmah atau kebijaksanaan[1]. Sedangkan dari segi praktis berarti alam pikiran atau alam berpikir[2]. Dimana maksud sebenarnya merupakan pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran.[3]
Filsafat apabila dilihat dari karakteristik obyeknya dapat digolongkan menjadi dua; filsafat umum atau murni dan filsafat terapan. Filsafat murni memiliki empat obyek: (1) hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika), termasuk didialamnya ontologi, kosmologi, humanologi, dan teologi; (2) hakikat mengetahui kenyataan (epistimologi); (3) hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan (logika); (4) hakikat menilai kenyataan (aksiologi), baik yang berhubungan dengan baik dan jahat (etika) serta indah dan buruk (etestika). Berbeda dengan filsafat umum yang memiliki obyek kenyataan segala sesuatu, filsafat khusus memiliki obyek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang penting, seperti hukum, sejarah, ilmu, pendidikan dan lainnya.[4]
Sedangkan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu. Disini filsafat ilmu yang menyelidiki struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah serta makna teoritis dan praktis dari ilmu.[5]
Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini bisa dipahami bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).[6]
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984)[7], filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Victor F. Lenzen dalam Philosophy Of Science menjelaskan bahwa ilmu merupakan kegiatan kritis yang bertujuan menemukan, dan juga merupakan pengetahuan sistematis yang didasarkan pada kegiatan ktitis tersebut. Masalah-masalah filsafat ilmu mencangkup: (1) struktur ilmu, yang meliputi metode dan bentuk pengetahuan ilmiah, dan (2) kegunaan ilmu bagi kepentingan praktis dan pengetahuan tentang kenyataan.[8]
Maka apabila dirinci lagi obyek filsafat ilmu pendidikan dapat dibedakan menjadi empat macam[9]:
a.       Ontologi ilmu pendidikan, yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi Ilmu Pendidikan;
b.      Epistimologi Ilmu pendidikan, yang membahas obyek formal dan meterial ilmu pendidikan;
c.       Metodologi ilmu pendidikan, yang membahas hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan;
d.      Aksiologi ilmu pendidikan, yang membahas tentang nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan.


B.     Penelitian Pendidikan
Penelitian (research) dapat diartikan sebagai upaya atau cara kerja yang sistematik untuk menjawab permasalahan atau pertanyaan dengan jalan mengumpulkan data dan merumuskan generalisasi berdasarkan data tersebut. Diartikan juga sebagai metode pemecahan masalah yang terencana dan cermat tertuju pada penemuan yang dapat menambah kemampuan memahami, memprekdisi, dan mengendalikan peristiwa-peristiwa alam dan atau kehidupan manusia. Karakteristik riset dapat dilihat pada: pertama; bentuk kegiatannya sebagai metode pemecahan masalah terencana dan cermat. Kedua bentuk hasil yang berupa penemuan. Ketiga fungsi kegunaan hasil bagi kepentiangan manusia.[10]
Berdasarkan pengertian di atas, maka penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memperoleh pengetahuan (to discover knowledge) dan pemecahan masalah (problem solving) pendidikan melalui metode ilmiah, baik dalam pengumpulan maupun analisis datanya, serta membuat rumusan generalisasi berdasarkan penafsiran data tersebut. Yang dimaksud dengan metode ilmiah di sini adalah metode yang menggunakan prinsip-prinsip science, yaitu sistematis, empiris dan objektif.
Layak tidaknya masalah itu diteliti, pada umumnya ditinjau dari kriteria: (a) bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan, khususnya proses dan hasil pembelajaran; (b) mengandung nilai-nilai keilmuan atau pengetahuan ilmiah; (c) tersedianya data atau informasi di lapangan; (d) datanya mudah diukur, diolah dan ditafsirkan; dan (e) peneliti memiliki kemampuan untuk menelitinya.
Hasil yang hendak dicapai dalam setiap riset atau penelitian termasuk di dalamnya penelitian pendidikan Islam adalah adanya penemuan atau hal yang baru. Dimana ada tiga bentuk penemuan hasil riset: generalisasi, prinsip dan teori. Generalisasi merupakan kesimpulan umum yang ditarik dari sekelompok peristiwa atau gejala. Adapun prinsip atau hukum dalam ilmu adalah pernyataan hubungan antara dua variabel atau lebih dan dinyatakan dengan istilah-istilah yang sederhana. Sedangkan teori sendiri merupakan seperangkat formulasi yang dirancang untuk menerangkan dan memprediksi fakta dan peristiwa-peristiwa yang dapat diobservasi.[11]
Selain untuk menemukan hal yang baru baik generalisasi, prinsip maupun teori penelitian pendidikan umumnya juga dilakukan untuk mengembangkan, dan menguji atas kebenaran dari suatu konsep, prinsip, pengetahuan dan mengenai pendidikan secara umum. Sedangkan apabila ditilik dari segi prosesnya, penelitian bertujuan untuk:
a.       Mencandra, mendeskripsikan, memberikan atau menggambarkan secara jelas dan cermat tentang data, atau fakta dari permasalahan yang diteliti.
b.      Menerangkan (eksplanasi) kondisi atau faktor-faktor yang mendasari, melatarbelakangi terjadinya masalah.
c.       Menyusun atau merumuskan teori-teori, hukum-hukum mengenai hubungan antara faktor yang satu dengan yang lainnya, atau peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya.
d.      Membuat prediksi, estimasi, dan proyeksi mengenai peristiwa-peristiwa yang akan terjadi atau gejala-gejala yang bakal muncul.
e.       Mengendalikan peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala berdasarkan temuan temuan yang diperoleh.
Adapun tujuan penelitian pendidikan sebagai berikut :
a.       Untuk bahan masukan, meningkatkan mutu isi, proses serta hasil pembelajaran dan pendidikan di sekolah.
b.      Untuk membantu tenaga kependidikan seperti guru dan lainnya dalam mengatasi masalah pendidikan dan pembelajaran baik di luar maupun di dalam kelas.
c.       Untuk meningkatkan profesionalisme di dalam dunia pendidikan maupun tenaga kependidikan.
d.      Untuk menumbuhkan dan mengembangkan budaya akademik dalam lingkungan sekolah, sehingga bisa melakukan perbaikan mutu pembelajaran dan pendidikan secara berkelanjutan.
e.       Untuk meningkatkan kerja sama yang profesional di antara para pendidik maupun tenaga kependidikan.
C.    Filsafat Ilmu dan Penelitian Pendidikan Islam
a.      Karakteristik Pendidikan Islam
Karakteristik berasal dari kata "characteristic" yang berarti sifat yang khas. Atau bisa diambil pengertian bahwa karakteristik adalah suatu sifat khas yang membedakan dengan yang lain.
Sedangkan Pendidikan islam menurut M. Yusuf Al-Qardhawi adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya”[12].
Secara sederhana pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam yang tercantum dalam al Qur’an dan hadis serta dalam pemikiran para ulama dan dalam praktek sejarah umat Islam. Berbagai komponen dalam pendidikan mulai dari visi, misi, tujuan, kurikulum, guru, metode, pola hubungan guru mudid, evaluasi, sarana-prasarana, lingkungan pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam. Jika berbagai sistem tersebut dapat berjalan berdasarkan nilai-nilai Islam maka sistem tersebut dapat disebut sebagai sitem pendidikan Islam.[13]
Dengan demikian karakteristik pendidikan Islam dapat ditinjau dari sisi-sisi berikut:
1)      Menyandingkan pendidikan akal dengan agama
Kekhasan ini bisa kita dapatkan pada cara Islam mengarahkan seseorang untuk menyingkap sekian fakta. Dalam hal ini, pertama-tama Islam akan mengarahkan untuk mempelajari fakta apa adanya, kemudian mengkajinya dari segi petunjuknya terhadap penciptaan hal baru dan kreativitas, serta segala hal yang menunjukkan kepada adanya Sang Maha Pencipta yang Bijaksana. Oleh sebab itu banyak ayat al Qur'an yang menunjukkan manusia kepada fakta, dan didalam diri manusia itu sendiri selalu mengarahkan pandangan baik dipermukaan maupun pada penghabisannya kepada kenyataan bahwa dalam semua itu terdapat petunjuk tentang penciptaan yang dilakukan oleh Sang Maha Pencipta yang bijaksana.
2)      Obyek pendidikan Islam adalah manusia dengan segala yang teracakupdalam kata "manusia" berupa makna kesiapan dalam pandangan Islam.
Dalam sifat dasar manusia terdapat kesiapan rohani, moral, akal, emosi, inderawi dan material untuk masing-masing jenis kehidupan yang sesuai. Namun kesiapan ini tidak akan berkembang dan memberikan hasil dalam kehidupan kecuali jika dipelihara, didukung, dijaga dan diberi kekuatan dengan cara tertentu. Oleh karenanya kita mendapati Rasulullah berupaya selama kurang lebih duapuluh tiga tahun bisa mendidik para sahabatnya agar kesiapan-keisapan yang mereka miliki bisa menghasilkan buahnya.
Keistimewaan pendidikan Islam pada obyek ini dapat diringkas dalam ungkapan "pendidikan Islam adalah pendidikan kemanusiaan yang terpadu dan menyeluruh" agar manusia dapat hidup dengan kehidupan manusiawi yang sempurna sebagaimana yang ditetapkan sejak awal penciptaan.
3)      Tujuan jangka panjang dari pendidikan dalam pandangan Islam adalah kesempurnaan akhlak.
Hal ini tampak pada pembatasan kepribadian manusia yang terdidik, yakni dia harus menjadi manusia yang baik, yang menggunakan ilmu dan hidupnya dalam kebaikan. Semua itu harus diletakkan oleh setiap pendidik dan peserta didik dalam kerangka satu prisip yaitu belajar dan mempelajari ilmu tidak karena untuk kesombongan, riya', berlagak jadi orang pintar, untuk berlomba ditengah-tengah orang bodoh.
Jadi Karakeristik Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang visioner. Pendidikan yang mampu melihat persoalan dengan penuh wawasan dan pandangan yang luas. Dengan ini pengembangan pendidikan Islam meliputi aspek-aspek[14];
a.       Pengembangan kognitif, yaitu kemampuan intelektual yang harus dikembangkan melalui pendidikan Islam.
b.      Pengembangan afektif, adalah kekhususan mengembangkan akal melalui pengetahuan dan pemahaman terhadap kenyataan dan kebenaran, manusia harus mengalami proses pengembangan perasaaan dan penghayatan agar menjadi lebih luas.
c.       Pengembangan psikomotorik, adalah ilmu pengetahuan termanifestasi dalam akhlakdan amal saleh.


b.      Model Penelitian Pendidikan Islam
Berbicara tentang pendidikan Islam, sebenarnya sudah lama hadir dalam masyarakat kita dengan kedatangan Islam itu sendiri. Akan tetapi pendidikan Islam dan perkembangan pengetahuaanya tidak berkembang secara signifikan dibandingkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, yang menyangkut baik sistem budaya maupun sosial. Ketimpangan ini terutama disebabkan oleh pengetahuan dan pendidikan agama Islam yang amat berorientasi pada doktrin. Ini tidak salah, sebab pendekatan suatu agama terhadap suatu masalah adalah bersifat normatif, dilihat dan dinilai dari segi doktrin agama. Hanya saja terletak kemungkinan-kemungkinan pengembangan dalam pemahaman terhadap ajaran-ajaran agama. Dan disini terdapat  gejala kemandegan.[15]
Paling tidak ada lima perbedaan pendidikan Barat dengan Islam. Pertama, pada umumnya di Barat proses belajar mengajar tidak dihubungkan dengan Tuhan maupun ajaran agama. Berdasarkan pandangan hidup Barat yang sekularistik-materialistik, maka motif dan objek belajar pun adalah sema-mata masalah keduniaan. Berbeda dengan Barat, Islam mengajarkan bahwa aktivitas belajar dan mengajar itu merupakan suatu amal ibadah, berkaitan erat dengan pengabdian kepada Allah. Kedua, pada umumnya konsep pendidikan Barat beranggapan bahwa masalah belajar dan mengajar itu adalah semata-mata urusan manusia, sedangkan Islam mengajarkan bahwa terdapat hak-hak Allah dan hak-hak makhluk lainnya pada setiap individu, khususnya bagi orang yang berilmu. Mereka kelak akan diminta pertanggungan jawabnya bagaimana cara mengamalkan ilmunya. Ketiga, pada umumnya konsep pendidikan Barat tidak membahas masalah kehidupan sebelum dan sesudah mati. Belajar hanyalah untuk kepentingan dunia, sekarang dan di sini. Hal ini sangat berbeda dengan konsep pendidikan Islam. Belajar tidak hanya untuk kepentingan hidup di dunia sekarang, tetapi juga untuk kebahagiaan hidup di akhirat nanti. Keempat, konsep pendidikan Barat pada umumnya tidak dikaitkan dengan pahala dan dosa. Banyak ahli Barat yang beranggapan bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai (values free). Maka cara-cara apapun boleh ditempuh asal tercapai tujuannya. Praktek yang demikian itu tentu saja tidak dikenal dalam ajaran Islam. Kebajikan dan akhlak yang mulia merupakan unsur pokok dalam pendidikan Islam. Kelima, pada umumnya tujuan akhir konsep pendidikan Barat ialah hidup sejahtera di dunia secara maksimal, baik sebagai warga negara maupun sebagai warga masyarakat. Sedangkan tujuan akhir pendidikan Islam ialah terwujudnya insan kamil, yang pembentukannya selalu dalam proses sepanjang hidup (has a beginning but not an end).
Dilihat dari segi obyek kajiannya Ilmu Pendidikan Islam dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama ada pengetahuan ilmu yaitu pengetahuan tentang hal-hal atau obyek-obyek yang empiris, diperoleh dengan melakukan penelitian ilmiah, dan teori-teorinya bersifat logis dan empiris. Pengujian teorinya pun diukur secara logis dan empiris. Bila logis dan empiris, maka teori ilmu itu benar, dan inilah yang selanjutnya disebut science.
Kedua, pengetahuan filsafat yaitu pengetahuan tentang obyek-obyek yang abstrak logis, diperoleh dengan berfikir, dan teori-teorinya bersifat logis dan hanya logis (tidak empiris). Kebenaran atau kesalahan teori filsafat hanya diukur dengan logika; bila logis dinilai benar; bila tidak maka salah. Bila logis dan ada bukti empiris, maka teori itu bukan teori filsafat, melainkan teori ilmu (sains).
Ketiga, pengetahuan mistik yaitu pengetahuan yang obyek-obyeknya tidak bersifat empiris, dan tidak pula terjangkau oleh logika. Obyek pengetahuan ini bersifat abstrak, supra logis. Obyek ini dapat diketahui melalui berbagai cara, misalnya dengan merasakan pengetahuan batin, dengan latihan atau cara lain. Pengetahuan kita tentang yang gaib, diperoleh dengan cara ini.
Ketiga macam pengetahuan tentang pendidikan Islam tersebut dapat digambarkan dalam matrik sebagai berikut.
Pengetahuan
Objek
Metode
Ukuran
Sains (ilmu)
Empiris
Ilmiah
Logis-empiris
Filsafat
Abstrak-logis
Logika
Logis
Mistik
Abstrak-Supra logis
Supra rasional
Yakin,kadang- kadang empiris
Berdasarkan matrik tersebut, maka pengetahuan (ilmu) pendidikan Islam terdiri dari pengetahuan filsafat pendidikan, tasawuf (mistik) pendidikan dan ilmu pendidikan. Filsafat dan tasawuf terkadang disebut ilmu, padahal secara akademis keduanya itu bukan ilmu tetapi pengetahuan karena yang disebut ilmu harus bersifat empiris dan memiliki ciri-ciri ilmiah. Dengan demikian jika disebutkan Ilmu Pendidikan Islam, cakupannya ialah masalah-masalah yang berada dalam dataran ilmu(sains), yaitu objek-objek yang logis dan empiris tentang pendidikan.[16]
Dengan demikian, maka peta penelitian Ilmu Pendidikan Islam, mencakup penelitian terhadap pengetahuan filsafat pendidikan Islam, pengetahuan mistik pendidikan Islam, dan ilmu pendidikan Islam. Penelitian dalam kajian yang berdasarkan logika (filsafat) dan keyakinan (mistik) telah banyak dilakukan para ulama Islam. Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani misalnya mengkhususkan diri pada kajian bidang filsafat pendidikan Islam, melalui karya tulisnya berjudul Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah yang diterjemahkan oleh Hasan Langgulung dengan judul Falsafah Pendidikan Islam yang diterbitkan oleh Bulan Bintang, Jakarta, tahun 1979. Demikian pula Ahmad D. Marimba menulis buku berjudul Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, yang diterbitkan Al-Ma’arif, Bandung, tahun 1980, pada cetakan keempatnya.[17]
Sementara itu, kajian terhadap pengetahuan tasawuf (mistik) mengenai pendidikan antara lain dilakukan oleh Al-Ghazali yang terintegrasi dalam bukunya Ihya ‘Ulum al-Din. Pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan telah diteliti oleh Fathiyah Hasan Fahmi dalam bukunya berjudul Sistem Pendidikan versi Al-Ghazali, yang diterjemahkan oleh Fathur Rahman May dan Syamsuddin Asyrafi dari judul al-Madzhabut Tarbawi ‘ind al-Ghazali, diterbitkan oleh Ma’arif, Bandung tahun 1986.
Adapun kajian atau tepatnya penelitian terhadap Ilmu Pendidikan Islam yang bersifat empiris dinilai masih belum banyak dilakukan para pakar Islam. Sedangkan kajian atau penelitian yang berkenaan dengan ilmu yang terakhir inilah yang menjadi modal bagi pengembangan ilmu pendidikan Islam.
Dari penelitian Ilmu Pendidikan Islam (sains yang empiris) itu akan muncul teori yang selanjutnya disesuaikan dengan ajaran-ajaran Islam. Teori-teori itulah yang kelak disebut teori Ilmu Pendidikan Islam. Dengan demikian, pengembangan Ilmu Pendidikan Islam tidaklah mencakup pekerjaan mengembangkan filsafat pendidikan Islam dan tidak pula mengembangkan manual-manual pendidikan Islam.
Teori-teori yang perlu dikembangkan dalam Ilmu Pendidikan Islam, menurut Ahmad Tafsir, ternyata luas sekali. Keluasan itu disebabkan karena kegiatan pendidikan Islam memang luas sekali. Pendidikan Islam itu dimulai dari sejak anak didik dapat dibayangkan adanya, kemudian ia berada dalam kandungan, dalam masa bayi, kanak-kanak, remaja, pemuda, dewasa sampai dengan masa tua. Dari pemikiran demikian, teori-teori pendidikan Islam yang dapat dikembangkan dari hasil penelitian antara lain teori tentang pendidikan Islam pada masa pra-natal, teori pendidikan Islam bagi anak di rumah tangga, teori pendidikan Islam bagi para remaja di rumah tangga, dan sebagainya.[18]
Teori-teori pendidikan Islam untuk masing-masing jenjang tersebut dapat dirinci lebih lanjut. Untuk teori-teori pendidikan anak di rumah tangga misalnya, dapat dibagi lagi menurut jenis rumah tangga yang sibuk, rumah tangga kelas bawah, rumah tangga kelas atas, dan seterusnya.
Demikian pula teori-teori pendidikan Islam untuk pendidikan di masyarakat juga banyak variasinya yang dapat diteliti. Misalnya penelitian tentang teori pendidikan di pesantren biasa, teori pendidikan untuk di pesantren kilat, di majlis ta’lim, khutbah, kursus-kursus dan sebagainya.[19]
Penelitian Ilmu Pendidikan Islam tersebut dapat pula diarahkan pada aspek-aspek yang terkandung dalam pendidikan tersebut. Misalnya penelitian terhadap problema yang dihadapi guru, penelitian tentang cara memperbaiki tingkah laku guru dalam mengajar, dan penelitian terhadap peranan kepala sekolah dalam memperlancar pembaharuan pendidikan.
Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang mendapat banyak perhatian dari para ilmuwan. Berbagai model penelitian yang berkaitan dengan pendidikan Islam telah dilakukan, antara lain sebagai berikut:
1)      Model Penelitian tentang Problema Guru
Dalam usaha memecahkan problema guru, Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) di Amerika Serikat pernah mengadakan penelitian tentang problema yang dihadapi guru secara nasional pada tahun 1968.
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian tersebut, yaitu dengan pengumpulan data yang dilakukan oleh bagian Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) melalui survey pendidikan umum guru (opinion survey for teacher) pada musim semi tahun 1966.
Kuesioner yang dibuat terdiri dari tujuh belas macam pertanyaan tentang problema guru yang potensial.  Data yang terkumpul dari kuesioner itu dijadikan landasan analisis. Dengan demikian, penelitian tersebut dari segi metodenya termasuk penelitian survey, yaitu penelitian yang sepenuhnya didasarkan pada data yang dijumpai di lapangan, tanpa didahului oleh kerangka teori, asumsi atau hipotesis.[20]
2)      Model Penelitian tentang Lembaga Penelitian
Salah satu penelitian yang berkenaan dengan lembaga pendidikan Islam adalah penelitian Karel A. Steenbrink dalam bukunya berjudul Pesantren, Madrasah, dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern yang diterbitkan oleh LP3ES, Jakarta pada tahun 1968.
Metode penelitian yang dilakukannya adalah pengamatan (observasi). Sedangkan objek pengamatannya adalah sejumlah pesantren yang ada di Jawa dan Sumatera. Melalui analisis historis yang dipadu dengan pendekatan komparatif, Karel A. Steenbrink menyimpulkan bahwa dibandingkan dengan Malaysia, maka jelaslah pesantren di Indonesia melalui beberapa pembaharuan tetap berusaha memberikan pendidikan Islam yang juga memenuhi kebutuhan pendidikan sesuai dengan zamannya. Sistem pondok pesantren di Malaysia bersifat lebih defensif dan kurang bisa menyesuaikan diri dengan zaman modern.
Pada bagian lain hasil penelitian itu, Steenbrink mengatakan bahwa sejak permulaan tahun 1970-an ternyata beberapa organisasi Islam mengalami depolitisasi, yaitu melepaskan diri dari politik praktis dan politik partai serta lebih mementingkan cita-cita asli sebagai organisasi yang bergerak dibidang dakwah dan pendidikan.[21]
3)      Model Pendidikan Kultur Pendidikan Islam, pernah dilakukan oleh:Mastuhu dan Zamakhsyari Dhofier, dan lain sebagainya.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Antara filsafat dan filsafat ilmu
Filsafat apabila dilihat dari karakteristik obyeknya dapat digolongkan menjadi dua; filsafat umum atau murni dan filsafat terapan. Filsafat murni memiliki empat obyek: (1) hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika), termasuk didialamnya ontologi, kosmologi, humanologi, dan teologi; (2) hakikat mengetahui kenyataan (epistimologi); (3) hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan (logika); (4) hakikat menilai kenyataan (aksiologi), baik yang berhubungan dengan baik dan jahat (etika) serta indah dan buruk (etestika). Berbeda dengan filsafat umum, filsafat ilmu merupakan segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu. Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan.
2.      Apa itu penelitian pendidikan
Penelitian pendidikan diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memperoleh pengetahuan (to discover knowledge) dan pemecahan masalah (problem solving) pendidikan melalui metode ilmiah, baik dalam pengumpulan maupun analisis datanya, serta membuat rumusan generalisasi berdasarkan penafsiran data tersebut. Yang dimaksud dengan metode ilmiah di sini adalah metode yang menggunakan prinsip-prinsip science, yaitu sistematis, empiris dan objektif.
Pendekatan non-ilmiah dapat juga digunakan memecahkan masalah, seperti menggunakan cara dogmatis, intuitif, spekulatif, coba-coba, atau trial and error, cara terkaan, untung-untungan, yang temuannya bersifat kebetulan; dan otoritas ilmiah, yaitu berdasarkan pendapat atau pemikiran logis para ahli dalam bidang tertentu.
3.      Filsafat ilmu dan penelitian pendidikan Islam
Karena filsafat ilmu merupakan segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Maka filsafat ilmu erat kaitannya dengan penelitian pendidikan Islam. Filsafat ilmu obyeknya adalah pengetahuan, dan pengetahuan (ilmu) pendidikan Islam terdiri dari pengetahuan pengetahuan filsafat pendidikan, tasawuf (mistik) pendidikan dan ilmu pendidikan. Dengan demikian, maka peta penelitian Ilmu Pendidikan Islam, mencakup penelitian terhadap pengetahuan filsafat pendidikan Islam, pengetahuan mistik pendidikan Islam, dan ilmu pendidikan Islam.



B.     Daftar Pustaka
Ahmad Tafsir, Peta Penelitian Pendidikan Islam (Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, 1995) cet. 1.
Arifin HM, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara,1993), cet.II,
Azyumrdi Azra, Menuju Masyarakat Madani, (Bandung Rosda Karya, 2000)
Ishak Abdullah, “Filsafat Ilmu Pendidikan suatu Pengantar”, Bandung Cet. Ke-6,
Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern,(Jakarta:LP3ES,1986)cet.I
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.
Mustofa, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997
Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, Rajawali Pers Jakarta, 1987. Cet. 1.
Nata Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nata Abuddin, Manajemen Pendidikan, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2014.
Soeparmo, A.H., 1984., “Struktur Keilmuwan Dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam”, Penerbit Airlangga University Press, Surabaya, p.2, 11.
2010.


[1] Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum, Pustaka Setia Bandung, hal 14
[2] Mustofa H.A, Filsafat Islam, Pustaka Setia Bandung, hal 9
[3].Soeparmo, Struktur Keilmuwan Dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam (Penerbit Airlangga University Press, Surabaya1984) p.2, 11
[4] Ishak Abdullah, Filsafat Ilmu Pendidikan sebuah pengantar, Remaja Rosdakarya Bandung, hal 3
[5]. ibid
[6].Koento Wibisono S. dkk.,Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Intan Pariwara, Klaten1997), p.6-7
[7]. Koento Wibisono S. Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan (Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 1984)p.3, 14-16
[8] Ishak Abdullah, Filsafat Ilmu Pendidikan sebuah pengantar (Remaja Rosdakarya Bandung 2010), h. 6-7
[9] Ibid
[10] Ishak Abdullah, Filsafat Ilmu Pendidikan sebuah pengantar (Remaja Rosdakarya Bandung 2010), h. 96
[11] Ibid.
[12] Azyumrdi Azra, Menuju Masyarakat Madani, (Bandung Rosda Karya, 2000) hal. 5
[13] Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Kencana Prenada Media, hal 173
[14] Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Rajawali Pers Jakarta, 61-86
[15] Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama, Rajawali Pers Jakarta, hal 332
[16]Ahmad Tafsir, Peta Penelitian Pendidikan Islam, dalam Ahmad Tafsir (ed.), Epistimologi untuk IlmuPendidikan Islam, (Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, 1995),95.
[17]Selanjutnya Mohd. Athiyah Al-Abrasyi melalui bukunya berjudul al-Tarbiyah al-Islamiyah (Dasar-dasar PokokPendidikan Islam); Ahmad Fuad Al-Ahwani melalui bukunya berjudul al-Tarbiyah fi al-Islamiyah; Ali Khalil Abu Al-‘Ainain, melalui bukunya berjudul Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah; secara keseluruhan merupakan kajian mengenai pemikiran atau filsafat pendidikan Islam.
[18]Ahmad Tafsir, Peta Penelitian Pendidikan Islam, dalam Ahmad Tafsir (ed.), Epistimologi untuk IlmuPendidikan Islam, (Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, 1995),95
[19]Lihat Ahmad Tafsir, Epistimologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, op. cit., hlm. 97-99
[20]. HM Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara,1993), cet.II, hal.152-153.
[21]. Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern,(Jakarta:LP3ES,1986)cet.I, hal.xiii.

No comments:

Post a Comment

MONGGO KOMENTARIPUN, KANGMAS LAN MBAK AYU