Disampaikan oleh Fahri Istanto
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan
merupakan kata yang padanya ditumpukan harapan dan tantangan. Mempersiapkan
generasi masa depan yang unggul dimulai dengan menyediakan perangkat pendidikan
yang menunjang, analisis kebutuhan, studi efektivitas, perumusan filosofi dasar
dan masih banyak lagi merupakan hal-hal yang harus diadakan.
Kemudian
istilah lain dari penelitian adalah riset. Riset berasal dari bahasa Inggris research,
berasal dari kata re (kembali) dan search (mencari). Secara
etimologi penelitian berarti “mencari kembali” yaitu mencari fakta-fakta baru
yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah teori untuk memperdalam dan
memperluas ilmu tertentu. Setiap ilmuan baik eksata maupun sosial dalam
melakukan penelitian harus didasiri dengan adanya rasa keingintahuan.
Disamping
itu agama Islam sebagai dustur normatif bagi pemeluknya juga memberikan panduan
lengkap bagaimana seharusnya pendidikan itu dijalankan. Islam merupakan agama
yang memberikan ide-ide pokok dalam setiap aspek kehidupan bagi pemeluknya.
Terlebih mayoritas penduduk bangsa ini beragama Islam.
Filsafat
ilmu bisa didefinisikan segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu
merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya
bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan
ilmu.
Filsafat
ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat
ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah
mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama.
Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru.
Dan dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada
dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu,
tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia.
Dari sinilah tulisan
ini berusaha untuk menelusuri korelasi antara filsafat dan filsafat ilmu serta kaitannya
dengan penelitian pendidikan Islam.
B.
RUMUSAN MASALAH
a.
Antara
filsafat dan filsafat ilmu
b.
Apa
itu penelitian pendidikan
c.
Filsafat
ilmu dan penelitian pendidikan Islam
C.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan
penulisan permasalahan ini adalah untuk menelusuri korelasi
antara filsafat dan filsafat ilmu serta kaitannya dengan penelitian pendidikan
Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Filsafat dan Filsafat Ilmu
Berbagai
pengertian filsafat telah banyak dikemukan oleh para ahlinya. Secara etimologis
berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Yunani atau ada
yang mengatakan dari bahasa Arab yaitu “falsafah” yang keseluhan artinya secara
harfiah adalah cinta ilmu, hikmah atau kebijaksanaan[1].
Sedangkan dari segi praktis berarti alam pikiran atau alam berpikir[2]. Dimana maksud sebenarnya merupakan pengetahuan tentang
kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat
manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan
teori pengetahuan.
Menurut sejarah
kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh
Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran
seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa
dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan
penalarannya untuk mendapatkan kebenaran.[3]
Filsafat
apabila dilihat dari karakteristik obyeknya dapat digolongkan menjadi dua;
filsafat umum atau murni dan filsafat terapan. Filsafat murni memiliki empat
obyek: (1) hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika), termasuk didialamnya
ontologi, kosmologi, humanologi, dan teologi; (2) hakikat mengetahui kenyataan
(epistimologi); (3) hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan
(logika); (4) hakikat menilai kenyataan (aksiologi), baik yang berhubungan
dengan baik dan jahat (etika) serta indah dan buruk (etestika). Berbeda dengan
filsafat umum yang memiliki obyek kenyataan segala sesuatu, filsafat khusus
memiliki obyek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang penting,
seperti hukum, sejarah, ilmu, pendidikan dan lainnya.[4]
Sedangkan filsafat ilmu
adalah segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu
merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya
bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan
ilmu. Disini filsafat ilmu yang menyelidiki struktur ilmu, yaitu metode dan
bentuk pengetahuan ilmiah serta makna teoritis dan praktis dari ilmu.[5]
Filsafat
ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat
ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah
mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama.
Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru.
Hal ini bisa dipahami bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu
yang selalu berubah.
Dalam
perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau
kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento
Wibisono dkk., 1997).[6]
Oleh karena itu,
diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu
pengetahuan itu hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti
ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak
mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento
Wibisono (1984)[7],
filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk
memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga
filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan
sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Victor F. Lenzen dalam Philosophy
Of Science menjelaskan bahwa ilmu merupakan kegiatan kritis yang bertujuan
menemukan, dan juga merupakan pengetahuan sistematis yang didasarkan pada
kegiatan ktitis tersebut. Masalah-masalah filsafat ilmu mencangkup: (1)
struktur ilmu, yang meliputi metode dan bentuk pengetahuan ilmiah, dan (2)
kegunaan ilmu bagi kepentingan praktis dan pengetahuan tentang kenyataan.[8]
Maka apabila dirinci lagi
obyek filsafat ilmu pendidikan dapat dibedakan menjadi empat macam[9]:
a. Ontologi ilmu pendidikan, yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola
organisasi Ilmu Pendidikan;
b. Epistimologi Ilmu pendidikan, yang membahas obyek formal dan meterial ilmu
pendidikan;
c. Metodologi ilmu pendidikan, yang membahas hakikat cara-cara kerja dalam
menyusun ilmu pendidikan;
d. Aksiologi ilmu pendidikan, yang membahas tentang nilai kegunaan teoritis
dan praktis ilmu pendidikan.
B.
Penelitian Pendidikan
Penelitian
(research) dapat diartikan sebagai upaya atau cara kerja yang sistematik
untuk menjawab permasalahan atau pertanyaan dengan jalan mengumpulkan data dan merumuskan generalisasi berdasarkan data
tersebut. Diartikan juga sebagai metode pemecahan masalah yang terencana dan
cermat tertuju pada penemuan yang dapat menambah kemampuan memahami,
memprekdisi, dan mengendalikan peristiwa-peristiwa alam dan atau kehidupan
manusia. Karakteristik riset dapat dilihat pada: pertama; bentuk
kegiatannya sebagai metode pemecahan masalah terencana dan cermat. Kedua
bentuk hasil yang berupa penemuan. Ketiga fungsi kegunaan hasil bagi
kepentiangan manusia.[10]
Berdasarkan
pengertian di atas, maka penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai proses
yang sistematis untuk memperoleh pengetahuan (to discover knowledge) dan
pemecahan masalah (problem solving) pendidikan melalui metode ilmiah,
baik dalam pengumpulan maupun analisis datanya, serta membuat rumusan
generalisasi berdasarkan penafsiran data tersebut. Yang dimaksud dengan metode
ilmiah di sini adalah metode yang menggunakan prinsip-prinsip science, yaitu
sistematis, empiris dan objektif.
Layak
tidaknya masalah itu diteliti, pada umumnya ditinjau dari kriteria: (a)
bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan, khususnya proses dan hasil
pembelajaran; (b) mengandung nilai-nilai keilmuan atau pengetahuan ilmiah; (c)
tersedianya data atau informasi di lapangan; (d) datanya mudah diukur, diolah
dan ditafsirkan; dan (e) peneliti memiliki kemampuan untuk menelitinya.
Hasil
yang hendak dicapai dalam setiap riset atau penelitian termasuk di dalamnya
penelitian pendidikan Islam adalah adanya penemuan atau hal yang baru. Dimana
ada tiga bentuk penemuan hasil riset: generalisasi, prinsip dan teori.
Generalisasi merupakan kesimpulan umum yang ditarik dari sekelompok peristiwa
atau gejala. Adapun prinsip atau hukum dalam ilmu adalah pernyataan hubungan
antara dua variabel atau lebih dan dinyatakan dengan istilah-istilah yang
sederhana. Sedangkan teori sendiri merupakan seperangkat formulasi yang
dirancang untuk menerangkan dan memprediksi fakta dan peristiwa-peristiwa yang
dapat diobservasi.[11]
Selain untuk menemukan
hal yang baru baik generalisasi, prinsip maupun teori penelitian pendidikan
umumnya juga dilakukan untuk mengembangkan, dan menguji atas kebenaran dari
suatu konsep, prinsip, pengetahuan dan mengenai pendidikan secara umum. Sedangkan apabila ditilik dari segi prosesnya, penelitian bertujuan
untuk:
a.
Mencandra,
mendeskripsikan, memberikan atau menggambarkan secara jelas dan cermat tentang
data, atau fakta dari permasalahan yang diteliti.
b.
Menerangkan
(eksplanasi) kondisi atau faktor-faktor yang mendasari, melatarbelakangi
terjadinya masalah.
c.
Menyusun atau
merumuskan teori-teori, hukum-hukum mengenai hubungan antara faktor yang satu
dengan yang lainnya, atau peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya.
d.
Membuat
prediksi, estimasi, dan proyeksi mengenai peristiwa-peristiwa yang akan terjadi
atau gejala-gejala yang bakal muncul.
e.
Mengendalikan
peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala berdasarkan temuan temuan yang
diperoleh.
Adapun tujuan
penelitian pendidikan sebagai berikut :
a.
Untuk bahan masukan,
meningkatkan mutu isi, proses serta hasil pembelajaran dan pendidikan di
sekolah.
b.
Untuk membantu tenaga
kependidikan seperti guru dan lainnya dalam mengatasi masalah pendidikan dan
pembelajaran baik di luar maupun di dalam kelas.
c.
Untuk meningkatkan
profesionalisme di dalam dunia pendidikan maupun tenaga kependidikan.
d.
Untuk menumbuhkan dan
mengembangkan budaya akademik dalam lingkungan sekolah, sehingga bisa melakukan
perbaikan mutu pembelajaran dan pendidikan secara berkelanjutan.
e.
Untuk meningkatkan
kerja sama yang profesional di antara para pendidik maupun tenaga kependidikan.
C.
Filsafat
Ilmu dan Penelitian Pendidikan Islam
a.
Karakteristik
Pendidikan Islam
Karakteristik berasal
dari kata "characteristic" yang berarti sifat yang khas. Atau bisa
diambil pengertian bahwa karakteristik adalah suatu sifat khas yang membedakan
dengan yang lain.
Sedangkan Pendidikan
islam menurut M. Yusuf Al-Qardhawi adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal
dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena itu,
pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun
perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan
kejahatannya, manis dan pahitnya”[12].
Secara sederhana
pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai pendidikan yang didasarkan pada
nilai-nilai ajaran Islam yang tercantum dalam al Qur’an dan hadis serta dalam
pemikiran para ulama dan dalam praktek sejarah umat Islam. Berbagai komponen
dalam pendidikan mulai dari visi, misi, tujuan, kurikulum, guru, metode, pola
hubungan guru mudid, evaluasi, sarana-prasarana, lingkungan pendidikan harus
didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam. Jika berbagai sistem tersebut dapat
berjalan berdasarkan nilai-nilai Islam maka sistem tersebut dapat disebut
sebagai sitem pendidikan Islam.[13]
Dengan demikian
karakteristik pendidikan Islam dapat ditinjau dari sisi-sisi berikut:
1)
Menyandingkan
pendidikan akal dengan agama
Kekhasan
ini bisa kita dapatkan pada cara Islam mengarahkan seseorang untuk menyingkap
sekian fakta. Dalam hal ini, pertama-tama Islam
akan mengarahkan untuk mempelajari fakta apa adanya, kemudian mengkajinya dari
segi petunjuknya terhadap penciptaan hal baru dan kreativitas, serta segala hal
yang menunjukkan kepada adanya Sang Maha Pencipta yang Bijaksana. Oleh sebab
itu banyak ayat al Qur'an yang menunjukkan manusia kepada fakta, dan didalam
diri manusia itu sendiri selalu mengarahkan pandangan baik dipermukaan maupun
pada penghabisannya kepada kenyataan bahwa dalam semua itu terdapat petunjuk
tentang penciptaan yang dilakukan oleh Sang Maha Pencipta yang bijaksana.
2)
Obyek
pendidikan Islam adalah manusia dengan segala yang teracakupdalam
kata "manusia" berupa makna kesiapan dalam pandangan Islam.
Dalam
sifat dasar manusia terdapat kesiapan rohani, moral, akal, emosi, inderawi dan
material untuk masing-masing jenis kehidupan yang sesuai. Namun kesiapan ini
tidak akan berkembang dan memberikan hasil dalam kehidupan kecuali jika
dipelihara, didukung, dijaga dan diberi kekuatan dengan cara tertentu. Oleh
karenanya kita mendapati Rasulullah berupaya selama kurang lebih duapuluh tiga
tahun bisa mendidik para sahabatnya agar kesiapan-keisapan yang mereka miliki
bisa menghasilkan buahnya.
Keistimewaan
pendidikan Islam pada obyek ini dapat diringkas dalam ungkapan "pendidikan
Islam adalah pendidikan kemanusiaan yang terpadu dan menyeluruh" agar
manusia dapat hidup dengan kehidupan manusiawi yang sempurna sebagaimana yang
ditetapkan sejak awal penciptaan.
3)
Tujuan jangka panjang dari pendidikan dalam
pandangan Islam adalah kesempurnaan akhlak.
Hal
ini tampak pada pembatasan kepribadian manusia yang terdidik, yakni dia harus
menjadi manusia yang baik, yang menggunakan ilmu dan hidupnya dalam kebaikan.
Semua itu harus diletakkan oleh setiap pendidik dan peserta didik dalam
kerangka satu prisip yaitu belajar dan mempelajari ilmu tidak karena untuk kesombongan,
riya', berlagak jadi orang pintar, untuk berlomba ditengah-tengah orang bodoh.
Jadi
Karakeristik Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang visioner. Pendidikan
yang mampu melihat persoalan dengan penuh wawasan dan pandangan yang luas. Dengan
ini pengembangan pendidikan Islam meliputi aspek-aspek[14];
a.
Pengembangan
kognitif, yaitu kemampuan intelektual yang harus dikembangkan melalui
pendidikan Islam.
b.
Pengembangan
afektif, adalah kekhususan mengembangkan akal melalui pengetahuan dan pemahaman
terhadap kenyataan dan kebenaran, manusia harus mengalami proses pengembangan
perasaaan dan penghayatan agar menjadi lebih luas.
c. Pengembangan psikomotorik, adalah ilmu pengetahuan termanifestasi
dalam akhlakdan
amal saleh.
b. Model Penelitian Pendidikan Islam
Berbicara tentang
pendidikan Islam, sebenarnya sudah lama hadir dalam masyarakat kita dengan
kedatangan Islam itu sendiri. Akan tetapi pendidikan Islam dan perkembangan
pengetahuaanya tidak berkembang secara signifikan dibandingkan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, yang menyangkut baik sistem
budaya maupun sosial. Ketimpangan ini terutama disebabkan oleh pengetahuan dan
pendidikan agama Islam yang amat berorientasi pada doktrin. Ini tidak salah, sebab
pendekatan suatu agama terhadap suatu masalah adalah bersifat normatif, dilihat
dan dinilai dari segi doktrin agama. Hanya saja terletak
kemungkinan-kemungkinan pengembangan dalam pemahaman terhadap ajaran-ajaran
agama. Dan disini terdapat gejala kemandegan.[15]
Paling tidak ada lima
perbedaan pendidikan Barat dengan Islam. Pertama, pada umumnya di Barat
proses belajar mengajar tidak dihubungkan dengan Tuhan maupun ajaran agama.
Berdasarkan pandangan hidup Barat yang sekularistik-materialistik, maka motif
dan objek belajar pun adalah sema-mata masalah keduniaan. Berbeda dengan Barat,
Islam mengajarkan bahwa aktivitas belajar dan mengajar itu merupakan suatu amal
ibadah, berkaitan erat dengan pengabdian kepada Allah. Kedua, pada
umumnya konsep pendidikan Barat beranggapan bahwa masalah belajar dan mengajar
itu adalah semata-mata urusan manusia, sedangkan Islam mengajarkan bahwa
terdapat hak-hak Allah dan hak-hak makhluk lainnya pada setiap individu,
khususnya bagi orang yang berilmu. Mereka kelak akan diminta pertanggungan
jawabnya bagaimana cara mengamalkan ilmunya. Ketiga, pada umumnya konsep
pendidikan Barat tidak membahas masalah kehidupan sebelum dan sesudah mati.
Belajar hanyalah untuk kepentingan dunia, sekarang dan di sini. Hal ini sangat
berbeda dengan konsep pendidikan Islam. Belajar tidak hanya untuk kepentingan
hidup di dunia sekarang, tetapi juga untuk kebahagiaan hidup di akhirat nanti. Keempat,
konsep pendidikan Barat pada umumnya tidak dikaitkan dengan pahala dan dosa.
Banyak ahli Barat yang beranggapan bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai (values
free). Maka cara-cara apapun boleh ditempuh asal tercapai tujuannya.
Praktek yang demikian itu tentu saja tidak dikenal dalam ajaran Islam.
Kebajikan dan akhlak yang mulia merupakan unsur pokok dalam pendidikan Islam. Kelima,
pada umumnya tujuan akhir konsep pendidikan Barat ialah hidup sejahtera di
dunia secara maksimal, baik sebagai warga negara maupun sebagai warga
masyarakat. Sedangkan tujuan akhir pendidikan Islam ialah terwujudnya insan
kamil, yang pembentukannya selalu dalam proses sepanjang hidup (has a
beginning but not an end).
Dilihat dari segi obyek
kajiannya Ilmu Pendidikan Islam dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama ada pengetahuan ilmu yaitu pengetahuan tentang hal-hal atau
obyek-obyek yang empiris, diperoleh dengan melakukan penelitian ilmiah, dan
teori-teorinya bersifat logis dan empiris. Pengujian teorinya pun diukur secara
logis dan empiris. Bila logis dan empiris, maka teori ilmu itu benar, dan
inilah yang selanjutnya disebut science.
Kedua, pengetahuan filsafat
yaitu pengetahuan tentang obyek-obyek yang abstrak logis, diperoleh dengan
berfikir, dan teori-teorinya bersifat logis dan hanya logis (tidak empiris).
Kebenaran atau kesalahan teori filsafat hanya diukur dengan logika; bila logis
dinilai benar; bila tidak maka salah. Bila
logis dan ada bukti empiris, maka teori itu bukan teori filsafat, melainkan
teori ilmu (sains).
Ketiga, pengetahuan
mistik yaitu pengetahuan yang obyek-obyeknya tidak bersifat empiris, dan tidak
pula terjangkau oleh logika. Obyek pengetahuan ini bersifat abstrak, supra
logis. Obyek ini dapat diketahui melalui berbagai cara, misalnya dengan
merasakan pengetahuan batin, dengan latihan atau cara lain. Pengetahuan kita
tentang yang gaib, diperoleh dengan cara ini.
Ketiga macam pengetahuan tentang pendidikan Islam tersebut dapat digambarkan
dalam matrik sebagai berikut.
Pengetahuan
|
Objek
|
Metode
|
Ukuran
|
Sains
(ilmu)
|
Empiris
|
Ilmiah
|
Logis-empiris
|
Filsafat
|
Abstrak-logis
|
Logika
|
Logis
|
Mistik
|
Abstrak-Supra
logis
|
Supra
rasional
|
Yakin,kadang-
kadang empiris
|
Berdasarkan matrik
tersebut, maka pengetahuan (ilmu) pendidikan Islam terdiri dari pengetahuan
filsafat pendidikan, tasawuf (mistik) pendidikan dan ilmu pendidikan. Filsafat
dan tasawuf terkadang disebut ilmu, padahal secara akademis keduanya itu bukan
ilmu tetapi pengetahuan karena yang disebut ilmu harus bersifat empiris dan
memiliki ciri-ciri ilmiah. Dengan demikian jika disebutkan Ilmu Pendidikan
Islam, cakupannya ialah masalah-masalah yang berada dalam dataran ilmu(sains),
yaitu objek-objek yang logis dan empiris tentang pendidikan.[16]
Dengan demikian, maka
peta penelitian Ilmu Pendidikan Islam, mencakup penelitian terhadap pengetahuan
filsafat pendidikan Islam, pengetahuan mistik pendidikan Islam, dan ilmu
pendidikan Islam. Penelitian dalam kajian yang berdasarkan logika (filsafat)
dan keyakinan (mistik) telah banyak dilakukan para ulama Islam. Mohammad
Al-Toumy Al-Syaibani misalnya mengkhususkan diri pada kajian bidang filsafat
pendidikan Islam, melalui karya tulisnya berjudul Falsafah al-Tarbiyah
al-Islamiyah yang diterjemahkan oleh Hasan Langgulung dengan judul Falsafah
Pendidikan Islam yang diterbitkan oleh Bulan Bintang, Jakarta, tahun 1979.
Demikian pula Ahmad D. Marimba menulis buku berjudul Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam, yang diterbitkan Al-Ma’arif, Bandung, tahun 1980, pada cetakan
keempatnya.[17]
Sementara itu, kajian
terhadap pengetahuan tasawuf (mistik) mengenai pendidikan antara lain dilakukan
oleh Al-Ghazali yang terintegrasi dalam bukunya Ihya ‘Ulum al-Din.
Pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan telah diteliti oleh Fathiyah Hasan
Fahmi dalam bukunya berjudul Sistem Pendidikan versi Al-Ghazali, yang
diterjemahkan oleh Fathur Rahman May dan Syamsuddin Asyrafi dari judul
al-Madzhabut Tarbawi ‘ind al-Ghazali, diterbitkan oleh Ma’arif, Bandung tahun
1986.
Adapun kajian atau
tepatnya penelitian terhadap Ilmu Pendidikan Islam yang bersifat empiris
dinilai masih belum banyak dilakukan para pakar Islam. Sedangkan kajian atau
penelitian yang berkenaan dengan ilmu yang terakhir inilah yang menjadi modal
bagi pengembangan ilmu pendidikan Islam.
Dari penelitian Ilmu
Pendidikan Islam (sains yang empiris) itu akan muncul teori yang selanjutnya
disesuaikan dengan ajaran-ajaran Islam. Teori-teori itulah yang kelak disebut
teori Ilmu Pendidikan Islam. Dengan demikian, pengembangan Ilmu Pendidikan
Islam tidaklah mencakup pekerjaan mengembangkan filsafat pendidikan Islam dan
tidak pula mengembangkan manual-manual pendidikan Islam.
Teori-teori yang perlu
dikembangkan dalam Ilmu Pendidikan Islam, menurut Ahmad Tafsir, ternyata luas
sekali. Keluasan itu disebabkan karena kegiatan pendidikan Islam memang luas
sekali. Pendidikan Islam itu dimulai dari sejak anak didik dapat dibayangkan
adanya, kemudian ia berada dalam kandungan, dalam masa bayi, kanak-kanak,
remaja, pemuda, dewasa sampai dengan masa tua. Dari pemikiran demikian,
teori-teori pendidikan Islam yang dapat dikembangkan dari hasil penelitian
antara lain teori tentang pendidikan Islam pada masa pra-natal, teori pendidikan
Islam bagi anak di rumah tangga, teori pendidikan Islam bagi para remaja di
rumah tangga, dan sebagainya.[18]
Teori-teori pendidikan
Islam untuk masing-masing jenjang tersebut dapat dirinci lebih lanjut. Untuk
teori-teori pendidikan anak di rumah tangga misalnya, dapat dibagi lagi menurut
jenis rumah tangga yang sibuk, rumah tangga kelas bawah, rumah tangga kelas
atas, dan seterusnya.
Demikian pula
teori-teori pendidikan Islam untuk pendidikan di masyarakat juga banyak
variasinya yang dapat diteliti. Misalnya penelitian tentang teori pendidikan di
pesantren biasa, teori pendidikan untuk di pesantren kilat, di majlis ta’lim,
khutbah, kursus-kursus dan sebagainya.[19]
Penelitian Ilmu
Pendidikan Islam tersebut dapat pula diarahkan pada aspek-aspek yang terkandung
dalam pendidikan tersebut. Misalnya penelitian terhadap problema yang dihadapi
guru, penelitian tentang cara memperbaiki tingkah laku guru dalam mengajar, dan
penelitian terhadap peranan kepala sekolah dalam memperlancar pembaharuan
pendidikan.
Pendidikan Islam
merupakan salah satu bidang studi Islam yang mendapat banyak perhatian dari
para ilmuwan. Berbagai model penelitian yang berkaitan dengan pendidikan Islam
telah dilakukan, antara lain sebagai berikut:
1)
Model Penelitian tentang Problema Guru
Dalam usaha memecahkan
problema guru, Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) di Amerika Serikat pernah
mengadakan penelitian tentang problema yang dihadapi guru secara nasional pada
tahun 1968.
Prosedur yang dilakukan
dalam penelitian tersebut, yaitu dengan pengumpulan data yang dilakukan oleh
bagian Himpunan Pendidikan Nasional (National
Education Association) melalui survey pendidikan umum guru (opinion survey for teacher) pada musim
semi tahun 1966.
Kuesioner yang dibuat
terdiri dari tujuh belas macam pertanyaan tentang problema guru yang
potensial. Data yang terkumpul dari
kuesioner itu dijadikan landasan analisis. Dengan demikian, penelitian tersebut
dari segi metodenya termasuk penelitian survey, yaitu penelitian yang
sepenuhnya didasarkan pada data yang dijumpai di lapangan, tanpa didahului oleh
kerangka teori, asumsi atau hipotesis.[20]
2)
Model Penelitian tentang Lembaga
Penelitian
Salah satu penelitian
yang berkenaan dengan lembaga pendidikan Islam adalah penelitian Karel A.
Steenbrink dalam bukunya berjudul Pesantren,
Madrasah, dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern yang diterbitkan
oleh LP3ES, Jakarta pada tahun 1968.
Metode penelitian yang
dilakukannya adalah pengamatan (observasi). Sedangkan objek pengamatannya
adalah sejumlah pesantren yang ada di Jawa dan Sumatera. Melalui analisis
historis yang dipadu dengan pendekatan komparatif, Karel A. Steenbrink
menyimpulkan bahwa dibandingkan dengan Malaysia, maka jelaslah pesantren di
Indonesia melalui beberapa pembaharuan tetap berusaha memberikan pendidikan
Islam yang juga memenuhi kebutuhan pendidikan sesuai dengan zamannya. Sistem
pondok pesantren di Malaysia bersifat lebih defensif dan kurang bisa
menyesuaikan diri dengan zaman modern.
Pada bagian lain hasil
penelitian itu, Steenbrink mengatakan bahwa sejak permulaan tahun 1970-an
ternyata beberapa organisasi Islam mengalami depolitisasi, yaitu melepaskan
diri dari politik praktis dan politik partai serta lebih mementingkan cita-cita
asli sebagai organisasi yang bergerak dibidang dakwah dan pendidikan.[21]
3) Model Pendidikan Kultur Pendidikan Islam, pernah dilakukan oleh:Mastuhu
dan Zamakhsyari Dhofier, dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Antara
filsafat dan filsafat ilmu
Filsafat
apabila dilihat dari karakteristik obyeknya dapat digolongkan menjadi dua;
filsafat umum atau murni dan filsafat terapan. Filsafat murni memiliki empat
obyek: (1) hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika), termasuk didialamnya
ontologi, kosmologi, humanologi, dan teologi; (2) hakikat mengetahui kenyataan
(epistimologi); (3) hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan
(logika); (4) hakikat menilai kenyataan (aksiologi), baik yang berhubungan
dengan baik dan jahat (etika) serta indah dan buruk (etestika). Berbeda dengan
filsafat umum, filsafat ilmu merupakan segenap pemikiran
reflektif terhadap persoalan-persoalan
mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan
segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang
pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan
timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu. Filsafat ilmu
merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu
adalah ilmu pengetahuan.
2.
Apa
itu penelitian pendidikan
Penelitian
pendidikan diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memperoleh
pengetahuan (to discover knowledge) dan pemecahan masalah (problem
solving) pendidikan melalui metode ilmiah, baik dalam pengumpulan maupun
analisis datanya, serta membuat rumusan generalisasi berdasarkan penafsiran
data tersebut. Yang dimaksud dengan metode ilmiah di sini adalah metode yang
menggunakan prinsip-prinsip science, yaitu sistematis, empiris dan
objektif.
Pendekatan
non-ilmiah dapat juga digunakan memecahkan masalah, seperti menggunakan cara
dogmatis, intuitif, spekulatif, coba-coba, atau trial and error, cara
terkaan, untung-untungan, yang temuannya bersifat kebetulan; dan otoritas
ilmiah, yaitu berdasarkan pendapat atau pemikiran logis para ahli dalam bidang
tertentu.
3.
Filsafat
ilmu dan penelitian pendidikan Islam
Karena filsafat
ilmu merupakan segenap pemikiran
reflektif terhadap persoalan-persoalan
mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan
segala segi dari kehidupan manusia. Maka filsafat ilmu erat kaitannya dengan
penelitian pendidikan Islam. Filsafat ilmu obyeknya adalah pengetahuan, dan pengetahuan (ilmu) pendidikan Islam terdiri dari pengetahuan pengetahuan
filsafat pendidikan, tasawuf (mistik) pendidikan dan ilmu pendidikan. Dengan
demikian, maka peta penelitian Ilmu Pendidikan Islam, mencakup penelitian
terhadap pengetahuan filsafat pendidikan Islam, pengetahuan mistik pendidikan
Islam, dan ilmu pendidikan Islam.
Ahmad Tafsir, Peta
Penelitian Pendidikan Islam (Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung
Jati, 1995) cet. 1.
Arifin HM, Kapita
Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara,1993), cet.II,
Azyumrdi Azra,
Menuju Masyarakat Madani, (Bandung Rosda Karya, 2000)
Ishak Abdullah,
“Filsafat Ilmu Pendidikan suatu Pengantar”, Bandung Cet. Ke-6,
Karel A. Steenbrink,
Pesantren, Madrasah dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern,(Jakarta:LP3ES,1986)cet.I
Koento Wibisono S.
dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan
Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S.,
1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian
Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta
p.3, 14-16.
Mustofa, Filsafat
Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997
Mukti Ali, Beberapa
Persoalan Agama Dewasa Ini, Rajawali Pers Jakarta, 1987. Cet. 1.
Nata Abuddin, Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nata Abuddin, Manajemen
Pendidikan, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2014.
Soeparmo, A.H., 1984.,
“Struktur Keilmuwan Dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam”, Penerbit Airlangga
University Press, Surabaya, p.2, 11.
2010.
[1]
Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum, Pustaka Setia Bandung, hal 14
[2]
Mustofa H.A, Filsafat Islam, Pustaka Setia Bandung, hal 9
[3].Soeparmo, Struktur Keilmuwan Dan Teori Ilmu
Pengetahuan Alam (Penerbit Airlangga University Press, Surabaya1984) p.2, 11
[4]
Ishak Abdullah, Filsafat Ilmu Pendidikan sebuah pengantar, Remaja Rosdakarya
Bandung, hal 3
[5].
ibid
[6].Koento Wibisono S. dkk.,Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan (Intan Pariwara, Klaten1997), p.6-7
[7].
Koento Wibisono S. Filsafat Ilmu
Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita
Cita-Citakan (Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta 1984)p.3, 14-16
[8]
Ishak Abdullah, Filsafat Ilmu Pendidikan sebuah pengantar (Remaja Rosdakarya
Bandung 2010), h. 6-7
[9]
Ibid
[10]
Ishak Abdullah, Filsafat Ilmu Pendidikan sebuah pengantar (Remaja Rosdakarya
Bandung 2010), h. 96
[11]
Ibid.
[12]
Azyumrdi Azra, Menuju Masyarakat Madani, (Bandung Rosda Karya, 2000) hal. 5
[13]
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Kencana Prenada Media, hal 173
[14]
Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Rajawali Pers Jakarta, 61-86
[15]
Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama, Rajawali Pers Jakarta, hal 332
[16]Ahmad Tafsir, Peta Penelitian Pendidikan Islam,
dalam Ahmad Tafsir (ed.), Epistimologi untuk IlmuPendidikan Islam,
(Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, 1995),95.
[17]Selanjutnya Mohd. Athiyah Al-Abrasyi melalui bukunya
berjudul al-Tarbiyah al-Islamiyah (Dasar-dasar PokokPendidikan Islam);
Ahmad Fuad Al-Ahwani melalui bukunya berjudul al-Tarbiyah fi al-Islamiyah;
Ali Khalil Abu Al-‘Ainain, melalui bukunya berjudul Falsafah al-Tarbiyah
al-Islamiyah; secara keseluruhan merupakan kajian mengenai pemikiran atau
filsafat pendidikan Islam.
[18]Ahmad Tafsir, Peta Penelitian Pendidikan Islam,
dalam Ahmad Tafsir (ed.), Epistimologi untuk IlmuPendidikan Islam,
(Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, 1995),95
[19]Lihat Ahmad Tafsir, Epistimologi untuk Ilmu
Pendidikan Islam, op. cit., hlm. 97-99
[20].
HM Arifin, Kapita Selekta
Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara,1993), cet.II,
hal.152-153.
[21].
Karel A.
Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern,(Jakarta:LP3ES,1986)cet.I, hal.xiii.
No comments:
Post a Comment
MONGGO KOMENTARIPUN, KANGMAS LAN MBAK AYU