Tuesday, December 2, 2014

Makalah Fiqih "Ijaroh"

BAB I
PENDAHULUAN


A.       Latar Belakang
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah adalah Ijarah. Ijarah sering disebut dengan “upah” atau “imbalan”. Kalau sekiranya kitab-kitab fiqih sering menerjemahkan kata Ijarah dengan “sewa menyewa”, maka hal tersebut janganlah diartikan menyewa sesuatu barang untuk diambil manfaatnya saja, tetapi harus dipahami dalam arti yang luas.


B.      Rumusan Masalah
Dari sedikit uraian mengenai Ijarah  diatas maka kami merumuskan beberapa indikator rumusan masalh berikut ini :
a.      Apa yang dimaksud dengan Ijarah?
b.      Apa saja hal-hal yang menjadi syarat Ijarah?
c.       Apa saja yang menjadi ketentuan hukum Ijarah?

C.       Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian ijaroh
2.      Untuk mengetahui rukun dan syarat ijaroh
3.      Untuk mengetahui dasar hukum ijaroh
4.      Untuk mengetahui pembagian ijaroh
5.      Untuk mengetahiu pembatalan dan berakirnya ijaroh 
  
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
              
Al ijarah  berasal dari kata al- ajru yang berarti al-‘iwadah (gant). Dari sebab itu Ats Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah ) ,yang dalam bahasa  indonesia ialah ganti atau upah.
 Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda- beda pendapat dalam        mendefinisikan ijarah, antara lain adalah sebagai berikut:

1.      Menurut Hanafiyah bahwa ijarah ialah:
عُقْدٌ يُفِيْدُ تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ مَعْلُوْمَةٍ مَقْصُوْدَةٍ مِنَ اْلعَيْنِ اْلمُسْتَاْ جِرَةِ بِعَوْضٍ
“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan sengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.”[1]
2.      Menurut Malikiyah ijarah ialah:
تَسْمِيَةُ اْلتَّعَاقَدِ عَلَى مَنْفَعَةِ  الادَمِىِّ وَبَعْضِ الْمَنْقُوْ لاَنَ
“Nama bagi akad- akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk      sebagian yang dapat dipindahkan.”[2]
3.      Menurut Sayyid Sabiq, ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian
4.      Menurut Muhammad Al- Syarbini al- Khatib bahwa yang dimaksud dengan ijarah ialah pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat- syarat.[3]
5.      Menurut istilah fiqih, ijarah ialah pemberian hak pemanfaatan dengan syarat ada imbalan.
Berdasarkan definisi- definisi di atas, dapat kita pahami, bahwa ijarah ialah menukar sesuatu dengan adanya imbalan. Sering kita sebut dengan sewa- menyewa atau upah- mengupah.[4]
B.   Dasar Hukum Ijarah
a.      Al Qur’an

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا
"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan (memanfaatkan) sebahagian yang lain."(QS Az-Zukhruf :32)

                                                
b.      Al Hadits
“Berikanlah upah kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka”.(HR. Abu Ya’la, Ibnu Majah, at-Thabrani dan Tirmidzi)[5]

c.       Al ijma’
Landasan ijmanya adalah kesepakatan seluruh ulama, tidak ada seorang ulamapun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini, , jelaslah bahwa Allah SWT telah mensyari’atkan ijarah ini yang tujuannya untuk kemaslahatan ummat dan tidak ada larangan untuk melakukan kegiatan ijarah.[6]
B. Rukun dan Syarat ijaroh
·         Rukun Ijarah
ü  Mu’jar (barang yang disewakan)
ü  Mu’jir (yang menyewakan) dan, Musta’jir (orang yang menyewa)
ü  Sighat (ijab dan qabul)
ü  Upah dan  manfaat

·         .   Syarat Ijarah
ü  Baligh dan berakal
ü  Menyatakan kerelaan untuk melakukan akad ijarah
ü  Manfaat objek diketahui secara sempurna
ü  Objek boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat
ü  Objek ijarah sesuatu yang dihalalkan oleh syara’ dan bisa disewakan
ü  Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa
ü  Upah/sewa dalam akad harus jelas, dan bernilai harta
·         Rukun dan Syarat Ijarah
Rukun-rukun dan syarat-syarat Ijarah adalah sebagai berikut:
a.      Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah-mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah yang menyewakan, Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu, disyaratkan bagi Mu’jir dan Musta’jir adalah baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan saling meridhai.
Bagi orang yang berakad ijarah juga disyarat mengetahui manfaat barang yang diakadkan dengan sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan.
b.      Shighat ijab kabul antar Mu’jir dan Musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah-mengupah, ijab kabul sewa-menyewa misalnya: “Aku sewakan mobil ini kepadamu setiap hari Rp 5.000,00”, maka musta’jir menjawab “Aku terima sewa mobil tersebut dengan harga demikian setiap hari”.
Ijab kabul upah mengupah misalnya seseorang berkata, “Kuserahkan kebun ini kepada mu untuk dicangkuli dengan upah setiap hari Rp5.000,00”, kemudian Musta’jir menjawab “Aku akan kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa yang engkau ucapkan”.
c.       Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun upah-mengupah.
d.      Barang yang disewakan atau sesuatau yang dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat berikut ini.
Ø  Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah mengupah dapat diamfaatkan kegunaannya.
Ø  Hendaklah benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa).
Ø  Manfaat dari benda yang disewakan adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan).
Ø  Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain(zat)-nya hingga waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.[7]
D.       Pembagian Ijarah
Ijarah terbagi dua, yaitu Ijarah terhadap benda atau sewa-menyewa, dan Ijarah atas pekerjaan atau upah-mengupah.
a.      Sewa-Menyewa          
Diperbolehkan Ijarah atas barang mubah seperti rumah, kamar, dan lain-lain, tetapi dilarang Ijarah terhadap benda-benda yang diharamkan.
Ø  Cara memanfaatkan barang sewaan.
Ø  Sewa Rumah
Jika seseorang menyewa rumah, dibolehkan untuk memanfaatkannya sesuai kemauannya, baik dimanfaatkan sendiri atau dengan orang lain, bahkan boleh disewakan lagi atau dipinjamkan kepada orang lain.
Ø  Sewa tanah
Sewa tanah diharuskan untuk menjelaskan tanaman apa yang akan ditanam atau bangunan apa yang akan didirikan disana. Jika tidak dijelaskan, Ijarah dipandang rusak.
Ø  Sewa kendaraan
Dalam menyewa kendaraan, baik hewan atau kendaraan lainnya harus dijelaskan salah satu diantara dua hal, yaitu waktu dan tempat. Juga harus dijelaskan barang yang akan dibawa atau benda yang akan diangkut.
Ø  Perbaikan barang sewaan.
Menurut ulama Hanafiyah, jika barang yang disewakan rusak, seperti pintu rusak atau dinding jebol dan lain-lain. Pemiliknya lah yang berkewajiban memperbaikinya, tetapi ia tidak boleh dipaksa sebab pemilik barang tidak boleh dipaksakan untuk memperbaiki barangnya sendiri. Apabila penyewa bersedia memperbaikinya, ia tidak diberikan upah sebab dianggap suka rela.
Ada pun hal-hal kecil, seperti membersihkan sampah atau tanah merupakan kewajiban penyewa.
Ø  Kewajiban penyewa setelah habis masa sewa
Diantara kewajiban penyewa setelah masa sewa habis adalah :
Ø  Menyerahkan kunci jika yang disewa ruamh.
Ø  Jika yang disewakan kendaraan, ia harus menyimpannya kembali ditempat asalnya.
b.      Upah-mengupah
Upah-mengupah atau Ijarah ‘ala al-a’mal, yakni jual beli jasa, biasanya berlaku dalam beberapa hal seperti menjahit pakaian, membangun rumah, dan lain-lain. Ijarah ‘ala al-a’mal terbagi dua,yaitu:
Ø  Ijarah khusus
Ijarah khusus yaitu Ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah memberi upah.
Ø  Ijarah Musytarik
Ijarah musytarik yaitu ijarah yang dilakukan secara bersama-sama atau melalui kerja sama. Hukumnya dibolehkan bekerjasama dengan orang lain.[8]

E.        Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak mebolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh. Agama menghendaki agar dakam pelaksanaan Ijarah itu senantiasa diperhatikan ketentuan-ketentuan yang bisa menjamin pelaksanaannya yang tidak merugikan salah satu pihak pun serta terpelihara pula maksud-maksud mulia yang diinginkan agama.9)                 
Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut :
a.      Terjadi cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.
b.      Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya.
c.       Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan.
d.      Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan.
e.      Menurut Hanafiyah, boleh fasakh Ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.
Jika Ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengenbalikan barang sewaan, jika barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya, dan jika bentuk barang sewaan adalah benda tetapi (‘Iqar), ia wajib menyerahkan dalam keadaan kosong, jika barang sewaan itu tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghialngkannya.
Mazhab Hambali berpendapat bahwa ketika Ijarah telah berakhir, penyewa harus melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian mengembalikan untuk menyerahterimakannya, seperti barang titipan.[9]
  
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada dasarnya, ijarah di defnisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu. ada yang menerjemahkan, ijarah sebagai jual beli jasa (upah-mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menerjemahkan sewa-menyewa, yakni mengambil manfaat dari barang.
Transaksi ijarah di landasi adanya pemindahan manfaat (hak guna), bukan pemindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja prinsip jual beli.

B.        SARAN

Kami  menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif  sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini, kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua.amiin.
  
DAFTAR PUSTAKA
  
1.      Fiqih ‘Ala Madzahib al- Arabah, hal 94 dan Fiqih Muamalah, hlm 114.
2.      Ibid. Hlm 97.                                  
3.      Al-Khatib, Al- Iqna, hlm. 70 dan Fiqih Muamalah, hlm. 115.
4.      Syamsuddin Abu Abdillah,Terjemahan Fathul Bari,hlm IV:439
5.      Dr.H.Hendi Suhendi,Msi.2002,Fiqih Muamalat,Jakarta: PT Raja Grafik Indo Persada ),hlm.116
6.       Lihat Fiqih al Sunnah, hlm. 18.                               
7.      Prof.DR.Rahmat Syafi’I,M.A.2004,Fiqih Muamalat.
8.      Hendi Suhendi,Msi.2002, Fiqih Muamalat.
Djuwaini, Dimyauddin. 2008, Fiqh Muamalah.


[1] Fiqih ‘Ala Madzahib al- Arabah, hal 94 dan Fiqih Muamalah, hlm 114.

[2] Ibid. Hlm 97.     
[3] Al-Khatib, Al- Iqna, hlm. 70 dan Fiqih Muamalah, hlm. 115.
[4] Syamsudin Abu Abdillah fathul Bari,(Surabaya : CM Grafik)hlm.IV:439.
[5] Suhendi,Hendi.2002,Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Graf Indo Persada), hlm. 116

[6] Lihat Fiqih al Sunnah, hlm. 18
[7]  Syafi’I Rachmat,. 2004, Fiqih Muamalah.

[8] Suhendi,Hendi. 2002, Fiqh Muamalah,(Jakarta : PT Raja Grafik Indo Persada).
[9] Djuwaini, Dimyauddin. 2008, Fiqh Muamalah.

No comments:

Post a Comment

MONGGO KOMENTARIPUN, KANGMAS LAN MBAK AYU